Randupitu, Desa di Kecamatan Gempol yang Raup Ratusan Juta dari Olah Sampah

3697

Praktik baik ditunjukkan sejumlah desa di Kabupaten Pasuruan, untuk mewujudkan nol sampah. Beberapa di antaranya berhasil mengolah sampahnya menjadi sumber pendapatan hingga ratusan juta rupiah.

SALAH satu cerita sukses itu datang dari Desa Randupitu, Kecamatan Gempol. Mengutip Mongabay.co.id desa berpenduduk sekitar 7.300 jiwa ini berhasil mengelola sampahnya secara mandiri dengan mengubahnya menjadi kompos dan refused derived fuel (RDF) sebagai bahan bakar pengganti batubara.

Kepala Desa Randupitu, M. Fuad mengatakan, selama ini, sampah memang menjadi salah satu persoalan akut di desanya. Selain dibakar, sampah-sampah banyak dibuang di lahan-lahan kosong hingga menimbulkan aroma tak sedap. “Sampah banyak berserakan dimana-mana. Kondisi desa menjadi kotor, tidak enak dilihat. Sungai-sungai penuh oleh sampah”.

Gagasan untuk mengelola sampah lebih produktif pun datang setelah pihaknya mendapat pendampingan dari Forum Komunikasi Peduli Lingkungan (FKPL) Ahmad Fatoni. Pada 2017, pihaknya kemudian membentuk Kelompok Swadaya Masyarakat (KSM) Pemuda Peduli Sampah yang disingkat Pempes.

Fuad menjelaskan, salah satu tujuan pembentukan KSM ini adalah untuk mewujudkan Desa Randupitu sebagai desa yang mandiri dan berkesadaran lingkungan. Salah satunya melalui pengelolaan sampah domestik secara bertanggung jawab dan berkelanjutan.

Namun demikian, karena cara berpikir masyarakt perihal sampah masih miring, usaha itu pun tak mudah. Hingga kemudian, anggota Pempes mengumpulkan sampah-sampah dari rumah-rumah warga. Langkah itu ia lakukan secara sukarela dan terus menerus dengan menggunakan mobil bak pribadinya. Sampai kemudian, inisiatifnya itu mampu menarik simpati masyarakat.

“Awalnya ya susah. Tapi karena komitmen kami untuk mewujudkan desa yang bersih, kami akhirnya mengambil sampah-sampah itu dari rumah warga secara swadaya, tidak ada yang bayar,” terang Fuad menceritakan ihwal pembentukan kelompok ini.

Lambat laut, kerja keras anggota Pempes itu membuka kesadaran. Mereka akhirnya sepakat untuk tidak membuang sampah sembarangan dan meletakkannya di tempat sampah yang telah disediakan. Tidak hanya itu. Mereka juga bersedia membayar iuran Rp15.000/bulan.

Bagi Fuad, kesediaan warga itu membuat Pempes kian bersemangat. Sembari menghimpun sampah dari rumah-rumah warga, mereka juga memberikan sosialisasi akan pentingnya pengelolaan sampah. Sosialisasi yang disampaikan agar masyarakat mengerti ragam jenis sampah sehingga mampu memilahnya.

Tak hanya itu. Secara bertahap, pemerintah desa juga mengalokasikan anggaran secara khusus untuk pembangunan sejumlah peralatan dan juga infrastruktur. Jika ditotal, dalam tiga tahun terakhir ini, total anggaran desa yang masuk untuk pengadaan peralatan dan pemeliharaa itu mencapai Rp600 juta lebih.

Desa Randupitu memiliki luas wilayah 371,20 hektar dan terdiri dari tiga dusun. Meliputi Dusun Babat, Dusun Gesing dan Dusun Randupitu. Berdasar informasi dasar kependudukan per 2019 lalu, jumlah penduduk desa ini mencapai 7.559 jiwa yang terdiri dari 3.808 laki-laki dan 3.751 perempuan.

Fuad mengemukakan, pengelolaan sampah di Randupitu didasarkan pada empat program utama. Yakni, pendidikan dan pelatihan, pengumpulan, daur ulang dan jual beli. Pendidikan dan pelatihan dilaksanakan untuk meningkatkan kesadaran masyarakat akan pentingnya menjaga lingkungan melalui pengelolaan sampah bertangung jawab.

Sementara itu, kegiatan pengumpulan sampah difokuskan pada tiga sub sektor. Selain sampah rumah tangga, pengumpulan juga dilakukan pada sampah yang dihasilkan dari kegiatan pasar desa atau pusat perbelanjaan, serta dari perusahaan.