Probolinggo (WartaBromo.com) – Keputusan Balai Besar Taman Nasional Bromo Tengger Semeru (BB TNBTS) menutup sementara kawasan wisata Gunung Bromo mulai 28 Maret hingga 1 April 2025 memicu beragam reaksi. Penutupan ini dilakukan untuk menghormati perayaan Hari Raya Nyepi umat Hindu, sekaligus Idul Fitri yang jatuh dalam periode libur panjang.
Informasi ini diumumkan TNBTS melalui akun media sosial resminya pada 24 Februari 2025. Tak butuh waktu lama, warganet pun langsung merespons. Banyak yang memahami alasan penutupan saat Nyepi, namun mempertanyakan mengapa libur Idul Fitri – yang merupakan momen puncak kunjungan wisata – justru turut terdampak.
Di media sosial, komentar netizen menunjukkan perbedaan pendapat yang mencolok. Sebagian besar mendukung penutupan saat Nyepi karena alasan spiritual dan budaya, namun mempertanyakan keputusan saat Lebaran.
Berikut beberapa komentar yang mencuri perhatian: “Pertama dalam sejarah… disaat pelaku wisata sedang senang-senangnya, malah diliburkan…” tulis akun @bundae.nathuqifi.muhammad. “Sangat mendukung untuk Nyepi… Tapi aneh kalau Idul Fitri juga ditutup,” komentar @vinnybromosunrise. “Pertama dalam sejarah petugas TNBTS bisa merayakan Idul Fitri,” tulis akun @langit_mahameru3676.
Bupati Probolinggo, dr. Moh Haris, menyayangkan keputusan TNBTS tersebut. Menurutnya, penutupan kawasan wisata Bromo di masa Lebaran bisa memukul sektor pariwisata dan ekonomi lokal.
“PHRI (Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia) datang menyampaikan keluhan terkait penutupan di saat Idul Fitri. Ini adalah masa puncak kunjungan wisatawan,” ujarnya pada Selasa (11/3/2024).
Gus Haris menegaskan, banyak pelaku usaha yang sudah menerima reservasi hotel jauh-jauh hari. Dengan penutupan ini, risiko pembatalan dan kerugian finansial pun tak terhindarkan.
Romo Dukun Pandita Tengger, Sutomo, juga menyampaikan pandangannya. Ia menilai penutupan kawasan saat Lebaran bukan solusi terbaik.
“Saya cari informasi kenapa ditutup, alasannya karena karyawannya libur semua. Kalau karyawannya libur semua, jangan Bromonya yang ditutup, tapi kantornya saja,” ungkap Sutomo.
Ia menegaskan bahwa masyarakat Tengger siap membantu pengelolaan selama masa libur jika dibutuhkan. Bahkan ia mengusulkan solusi seperti membuka kawasan tanpa pengelolaan penuh atau memberikan akses gratis selama libur staf TNBTS.
Penutupan Bromo saat momen liburan besar memang menimbulkan dilema. Di satu sisi, ada kebutuhan akan penghormatan terhadap hari besar keagamaan dan hak libur petugas. Di sisi lain, sektor pariwisata lokal menggantungkan harapan besar pada libur panjang sebagai penyelamat ekonomi tahunan.
Kini, semua pihak menantikan apakah TNBTS akan membuka ruang dialog untuk mencari jalan tengah – agar Bromo tetap lestari, dan ekonomi lokal pun tetap hidup. (saw)