IKA PMII Pasuruan dan Jalan Terjal Menuju Rekonsiliasi

70

Alternatif itu ada. Para alumni yang mengabdikan diri di dunia profesional sebagai dosen, guru, seniman, atau pelaku sosial bisa menjadi pilihan.

Oleh : Khamimisme

Lebih dari dua tahun pasca konflik dalam Musyawarah Cabang ke-2 IKA PMII Pasuruan pada 2022, tongkat estafet kepemimpinan organisasi alumni ini masih menggantung di awang-awang. Isu mengenai penunjukan Sahabat Sudiono Fauzan atau yang akrab disapa Mas Dion sebagai Tim Caretaker oleh PW IKA PMII Jawa Timur memang sempat mencuat, tetapi kejelasan arah organisasi masih jauh dari kata pasti.

Belakangan, geliat pembentukan Pengurus Anak Cabang (PAC) di tingkat kecamatan mulai terlihat. Sejumlah ketua PAC bahkan telah ditetapkan, termasuk di antaranya PAC IKA PMII Kecamatan Lekok yang dipercayakan kepada Sahabat Aliyanto. Meski belum ada deklarasi formal, proses ini berjalan senyap namun terukur, mengikuti garis koordinasi dari tingkat wilayah. Caretaker tampaknya mulai bekerja, membentuk barisan di bawah permukaan.

Namun, di warung-warung kopi dan ruang-ruang diskusi para alumni, konflik lama masih menjadi topik hangat. Perseteruan ini bukan semata-mata perbedaan pendapat, melainkan tarik-menarik antara dua poros kekuatan: generasi awal dan generasi menengah. Keduanya berjalan dengan agenda masing-masing, tanpa titik temu. Upaya untuk duduk bersama masih sebatas harapan kosong.

Tim Caretaker yang diasosiasikan dengan kelompok generasi awal, mulai merajut kekuatan lewat pertemuan-pertemuan dengan mantan ketua cabang lintas generasi. Mereka ingin menunjukkan bahwa legitimasi ada pada jejak sejarah dan keberlanjutan struktur. Sementara itu, kelompok generasi menengah tak tinggal diam. Mereka memfokuskan energi untuk menata PAC di tiap kecamatan sebagai basis pergerakan nyata.

Apakah musyawarah mendatang akan menjadi titik temu? Penulis justru pesimistis. Luka lama belum mengering. Bahkan, sikap saling curiga antar-kubu semakin dalam. Setiap keputusan dianggap sarat kepentingan politik dan permainan elite. Ironisnya, tokoh-tokoh yang diusung masing-masing kelompok pun berasal dari lingkaran politik atau setidaknya punya kedekatan dengan elit kekuasaan.

Di tengah kebuntuan ini, rekonsiliasi menjadi kebutuhan mendesak. Namun rekonsiliasi tak akan pernah hadir jika yang ditawarkan hanyalah kompromi kekuasaan di antara elite lama. IKA PMII Pasuruan membutuhkan sosok baru seorang alumni yang segar, bersih dari polarisasi politik, dan mampu memeluk semua warna: warna kampus, warna partai, dan warna profesi.

Alternatif itu ada. Para alumni yang mengabdikan diri di dunia profesional sebagai dosen, guru, seniman, atau pelaku sosial bisa menjadi pilihan. Mereka jauh dari hiruk-pikuk elitisme politik, tapi punya rekam jejak, integritas, dan kapasitas untuk menyatukan. Hanya dengan menghadirkan pemimpin semacam ini, IKA PMII Pasuruan bisa kembali kepada marwahnya: menjadi rumah besar bagi semua alumni, tanpa sekat, tanpa syarat.

Jika tidak, konflik berkepanjangan ini hanya akan membuat organisasi alumni kehilangan arah. Energi alumni terpecah, potensi terbengkalai, dan peran IKA PMII sebagai ruang pemberdayaan pun tinggal narasi tanpa isi. Saatnya semua pihak menahan ego dan memikirkan ulang: apakah kita ingin terus berkutat dalam konflik, atau mulai melangkah menuju penyatuan?

Website with WhatsApp Message
Follow Official WhatsApp Channel WARTABROMO untuk mendapatkan update terkini berita di sekitar anda. Klik disini.