Berani “Speak Up”, Berantas Pelecehan Seksual!

2663

 

Mengapa yang jadi tumbal harus seorang perempuan?

Oleh : Wahyu Illahi Robbi 

PENDUDUK Indonesia masih rentan akan jumlah pelecehan terhadap perempuan. Kerap kali muncul pemberitaan tentang tindakan asusila pun, dilakukan oleh beberapa oknum yang tidak bertanggung jawab. Pelecehan itu sendiri merupakan suatu perbuatan yang merendahkan harga diri seseorang, hal ini yang bisa menyebabkan psikologi pada seseorang akan terganggu.

Di Indonesia pelecehan terhadap perempuan semakin meningkat dari tahun-ketahun. Dihimpun dari kasus yang dilaporkan pada Catatan Tahunan Komisi Nasional Anti Kekerasan Terhadap Perempuan (CATAHU KOMNAS PEREMPUAN) pada tahun 2017 terdapat 348.448 kasus. Tentunya angka tersebut mengalami peningkatan dari tahun 2016 yang mencapai 259.150 kasus.

Tindakan pelecehan seksual sangatlah beragam. Dari pelecehan seksual yang bersifat verbal, maupun nonverbal. Yang dimaksud pelecehan verbal disini yaitu pelecehan dilakukan dengan ungkapan atau ucapan yang disampaikan oleh seseorang atau kelompok orang. Untuk pelecehan nonverbal yaitu pelecehan yang dilakukan tidak melalui ucapan melainkan melalui tindakan-tindakan atau gestur seksual yang membuat korban merasa tidak nyaman

Baca Juga :   Salah Kaprah Urus Limbah

Berbicara tentang pelecehan terhadap perempuan, mengapa yang jadi tumbal harus seorang perempuan? Sebagai contoh kasus yang dialami penyanyi dangdut tanah air Via Vallen yang sedang hangat menjadi perbincangan di media sosial.

Dilihat dari Instagram Story milik Via Vallen, ia mengaku mendapatkan direct massage (DM) pelecehan dari salah satu pemain sepak bola ternama di Indonesia, Marco Simic. DM tersebut berisi ajakan Marco terhadap Via agar bernyanyi untuknya dikamar dengan menggunakan pakaian seksi. Karena Via merasa risih akhirnya dia memposting DM si pemain sepak bola ini diakun Instragram miliknya.

Kasus pelecehan ini termasuk ke dalam cyber harassment. Cyber harassment ini adalah penggunaan komputer untuk menyebabkan kerugian kepada orang seperti kecemasan, tertekan atau psikologis bahaya, termasuk menghina, mengancam atau kebencian email lewat pesan dan posting informasi menghina secara online. Atau bisa kita sebut juga kedalam pelecehan yang bersifat verbal karena korban mengalami komentar seksual yang membuatnya merasa tidak nyaman.

Baca Juga :   Pengguna Media Sosial Kian Menjamur, Etika Komunikasi Menjadi Hal Penting

Namun, ternyata postingan penyanyi dangdut ini malah mendapatkan banyak cibiran dari warga internet (warganet) yang sangat beragam. Warganet menganggap tindakan Via ini alay, menurunkan reputasi si pemain sepak bola, dan masih banyak lagi lontaran negatif dari warganet yang seakan-akan mengejek Via. Warga internet pun tak sedikit juga yang empati maupun mendukung tindakan yang dilakukan Via, karena sudah berani speak up ke khalayak umum.

KOMNAS Perempuan juga memberikan dukungan terhadap keberanian Via untuk speak up tentang pelecehan yang dialami Via Vallen melalui akun twitternya,
“Dear netijen yang mahabenar, kalau ada perempuan korban berani melawan kekerasan seksual, itu wajib kita dukung! Sikap saling menyalahkan korban justru membuat pelaku semakin merajalela,” kata Komnas Perempuan.

Baca Juga :   Video Prank, dari BOOMING hingga Di-WARNING

Sebagai warga Indonesia tentunya kita harus mendukung apabila ada korban yang berani speak up. Dengan begitu kita juga bisa mengurangi kasus pelecehan seksual di Indonesia yang semakin melonjak. Bukan hanya itu, dengan adanya korban yang berani speak up, membuat para pelaku pelecehan seksual merasa jerah.

Masih banyak tindakan asusila yang menimpa perempuan. Tidak perlu jauh-jauh melihat artis terkenal, sebagai contoh kasus anak-anak usia dini sudah diperkosa dan jadi korban blackmarket, hingga siswa SMP yang dihamili anak SD. Bukankah kasus-kasus tersebut berhubungan dengan pelecehan terhadap perempuan? Tindakan yang melecehkan tersebut harus di diskonstruksi sebagai mana mestinya, sehingga hal tersebut dapat dikurangi bahkan diberantas.