Menghindari Jerat Hukum Dana Desa

786

dana desa pasuruanPasuruan (wartabromo) – Kewenangan penuh pemerintah desa dalam pengolalaan dana desa menjadi amanat Undang-undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa (UU No. 6/2014). “Kepala Desa berwenang memegang kekuasaan pengelolaan keuangan dan Aset Desa,” bunyi pasal 26 ayat (2) huruf c UU No. 6/2014.

Kewenangan besar tersebut bisa dijadikan instrumen pengelolaan dana desa untuk mewujudkan kesejahteraan masyarakat di desa. Namun pengelolaan tersebut juga memiliki implikasi yurudis jika tidak mengikuti peraturan perundang-undangan yang berlaku.

“Pemeritahan desa termasuk kepala desa dan perangkat desa lainnya wajib melaksanakan pengelolaan keuangan desa secara rigid dan mengikuti peraturan perundang-undangan yang mengatur pengelolaan keuangan jika tidak ingin menimbulkan sejumlah implikasi yuridis di kemudian hari,” kata ahli hukum dari Universitas Merdeka Pasuruan, DR. Rony Winarno, Senin (9/11/2015).

Rony mengatakan pelaksanaan kewenangan dalam pengelolaan keuangan desa menuntut tanggungjawab untuk mewujudkan kesejahteraan rakyat yang dilaksanakan dalam koridor peraturan perundang-undangan yang berlaku. Kepala Desa juga dituntut memiliki kemampuan menyusun Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa setiap tahunnya untuk diajukan kepada Badan Persmusyawaratan Desa dan memiliki kemampuan mekanisme pengadaan barang dan jasa yang dananya bersumber dari anggaran negara (APBN/APBD).

Baca Juga :   Setelah Dibunuh, Mayat Istrinya Dikubur di Septic Tank

“Kesengajaan atau kelalaian yang dilakukan oleh kepala desa sehingga pengelolaan keuangan desa tidak sesuai dengan peraturan-perundang-undangan yang berlaku, akan menimbulkan konsekwensi hukum baik sanksi hukum administrasi maupun sanksi hukum pidana,” kata Dekan Fakultas Hukum Universitas Merdeka Pasuruan ini.

Selain kepala desa, kata Rony, anggota masyarakat desa yang menjadi Badan Persmusyawaratan Desa juga dituntut memiliki kemampuan serupa agar bisa melakukan pengawasan terhadap pengelolaan keuangan desa. Ia mengatakan akuntabilitas dan transparansi harus benar-benar diutamakan sebagai wujud pertanggungjawaban pada masyarakat.

“Lalu terkait administrasi, juga harus diperhatikan. Laporan pertangungjawabab harus dikerjakan dengan baik. Tapi saya yakin pemerintah desa sudah paham hal ini. Apalagi sudah ada pendamping desa,” terangnya.

Selain itu, kepala desa juga harus mempertimbangakan nilai kemanfaatan penggunaan anggaran. Menurut Rony, sebuah proyek yang tidak melanggar peraturan perundang-undangan dan administrasi bisa dipermasalahkan karena dianggap tidak mempertimbangkan nilai kemanfaatan bersama.

Baca Juga :   Pemkab Pasuruan Review Tata Ruang, Kaji Pengembangan Kawasan Industri Wilayah Timur

“Misalnya membangun jalan paving, harus dipilih dimana lokasi yang paling mendesak dan darurat dan paling dibutuhkan masyarakat desa. Karena cela bisa saja dicari-cari. Oleh karena itu, selain mengajak BPD dan unsur terkait bermusyawarah, kepala desa juga harus mendapatkan persetujuan dari BPD sebelum memutuskan proyek mana yang akan dipioritaskan,” jelas Rony.

Rony mengakui pada tahap awal, dana desa akan lebih banyak dipakai untuk insfrastruktur. Hal itu karena sangat banyak insfrastruktur di desa yang tidak memadai bahkan rusak atau belum ada sama sekali. Menurut dia, sangat wajar jika pemerintah desa rata-rata menyegerakan pembangunan insfrastuktur begitu dana tersebut turun.

“Jika insfratsuktur sudah memadai, dana desa seharusnya dikelola untuk pos padat karya. Desa mau tidak mau harus berpikir mendirikan badan usaha demi meningkatkan kemandirian desa yang akhirnya akan meningkatkan kesejahteraan masyarakatnya,” jelas Rony.

Baca Juga :   Merasa Dikambinghitamkan, PT CS2 Pola Sehat Tunjukkan Limbahnya

Jika sudah sampai tahap ini, kata Rony, pemerintah desa harus lebih bekerja keras mencari potensi desa untuk dikembangkan. Pemerintah desa juga harus membuat kajian mendalam karena bisa saja potensi tertentu yang akan digarap berhubungan dengan kepentingan kepentingan warga lainnya.

“Ambil contoh misal ada lahan kering milik desa yang tidak terpakai. Jika pemerintah desa ingin memanfaatkan lahan tersebut misalnya untuk ditanami sengon, maka harus diperhatikan kepentingan warga yang lain, misalnya kalau desa tersebut belum ada lapangan sepak bola. Mana yang penting, tanam sengon yang hasilnya untuk desa atau menjadikannya lapangan sepakbola untuk kepentingan pemuda dan kesehatan warganya,” terang Rony.

Ia mencontohkan lagi potensi ikan lempuk di Grati. “Jika dikembangkan bagaimana dengan kondisi air yang juga dibutuhkan masyarakat sekitar. Nah di sana butuh kajian dan musyawarah,” pungkasnya. (fyd/fyd)