Berguru Haditz Kepada Wong Fei Hung

859

1wongfeiho-650x400Merenungkan kearifan dalam film-film Cina, rasanya semakin mantap hati kita terhadap kebenaran Islam. Coba kita renungkan, ada rahasia apa kok ujug-ujugKanjeng Nabi menganjurkan kita untuk menuntut ilmu hingga ke negeri para pelancong itu? Secara gamblang hadits tersebut menganjurkan agar kita memburu ilmu bahkan hingga ke sebuah negeri yang kala itu –sebelum GoogleYahoo danFacebook ditemukan—bahkan tak terjangkau oleh hayalan Ibnu Bathuthah, apalagi Marcopolo.

Ternyata sekarang kita tahu, Cina, adalah negeri agung yang hampir tak pernah tenggelam dalam rentang panjang perjalanan sejarah. Kedewasaannya sejajar dengan negeri-negeri sepuh seperti Mesir,Yunani dan India kuno. Dan hebatnya Cina, meski telah banyak peradaban negeri-negeri di dunia gulung tikar oleh wabah modernitas, mereka masih setia dengan peninggalan nenek moyang udik, kampungan dan jadul. Cina menjadi salah satu negeri yang masih memiliki jati diri  di saat peradaban dunia lebur jadi satu.” Al muahfadzatu alal qadimis salih wal ahdzu bil jadiidil aslah” dan Jas Merah rancangan Pak Karno seakan-akan milik mereka.

Baca Juga :   Hari Kartini, SD NU Bangilan Gelar Pawai Budaya

Jika anak kampung dari sebuah pedukuhan tanpa listrik dan jalan beraspal di Indonesia mengatakan Reog itu kuno, seorang pemuda Cina berkacamata tebal, juara olimpiade fisika internasional  dan anak bos pabrik tahu malah bersemangat berlatih Barongsai. Jika Si Tole malu mengenakanblangkon, sinyo malah bangga mengenakancheogsam. Kita menyepelekan Wayang, mereka mengagungkan Potehi. Kita meninggalkan pencak silat, mereka melestarikan kungfu. Kita asing dengan gamelan, mereka akrab dengan kecapi. Di kampung-kampung tak terlacak Google Maplampu teplok dimuseumkan, di kota-kota metropolitan lampion digantung bertaburan. Produk lokal kita tolak, produk Cina kita kulak. Senter, kobokan, sisir, tasbih, kaligrafi Ayat Kursi, HP, televisi dan motor ditera tulisan ”made in China”, sementara Soto Lamongan, Sate Madura, Tahu Sumedang, Gudeg Jogja, Bakso Solo, Masakan Padang, Siomay Bandung, Pecel Madiun, Ayam Goreng Bratang, Bakso Malang, Tahu Kediri, Tape Bondowoso, Es Buah Bandung, Soto Makasar, meski tidak ditera dengan ”made in Indonesia”, orang pasti tahu dari mana berasal. Selain itu menunjukkan kekakayaan kuliner Indonesia, juga mengisyaratkan kalau kita ada bakat berevolusi menjadi pemamah biak. Jika Pak Lik Wong Fei Hung yang berlatih kungfu dengan keras hanya makan bakpau atau mie pakai sumpit, sarapan seorang pengangguran di kampung kita malah pecel pincuk dobel porsi.

Baca Juga :   Asik Main HP saat Berkendara, Pelajar Kena Jambret di Jalan Sunan Ampel Kota Pasuruan

Benar sekali Kanjeng Nabi. Kita memang perlu belajar banyak kepada negeri agung ini. Mengenai mental kerja keras, sportifitas, kebersamaan, kejujuran, bakti kepada guru dan orang tua, keseriusan dalam bekerja, penghargaan terhadap leluhur dan tradisi, keuletan serta entah apalagi. Bahkan meski belum mendengar hadits tentang hukuman bagi para pencuri, mereka telah berani me-rest in peace-kan para koruptor. Meski tak pernah mendengar hadits tentang adab kepada guru, ketaatan mereka kepada guru melebihi kita yang sudah khatamTa’limul Mutallim ratusan kali.

Tak usah terprovokasi jika orang menyebut Cina –maaf – sebagai anjing ekonomi, sebab dalam bisnis kita memang harus serba pritungan dan gila kerja. Bukankah Nabi pernah bersabda ”bekerjalah untuk duniamu seakan kau akan hidup selamanya?”

Baca Juga :   PT Jasa Marga Bakal Tutup Jalur Surabaya-Malang, Ada Apa?

Orang barat bahkan menyebut oriental – idiom dunia timur—sebagai Cina, karena Cina memang menjadi ikon dunia timur. Kebudayaan Cina telah ikut mewarnai corak budaya global karena mereka teguh menggenggam tradisi. Nama besarnya menggema hingga Eropa, Amerika bahkan Afrika segala.