Membangun Kolaborasi Menyelamatkan Bumi

1227

Karena petani asuh dipilih dari mereka yang menggantungkan hidupnya dari hutan, bisa dikatakan, konsepsi hutan asuh ini sekaligus menjadi pekerjaan pengganti bagi para petani. Para petani mendapat penghasilan pengganti dari aktivitasnya merawat hutan. Yang biaya, ditanggung oleh swasta tersebut.

SR-CSR Manager, PT Tirta Investama Pasuruan, Fafit Rahmat Aji mengatakan, konservasi hutan melalui konsep hutan asuh akan memberikan garansi terhadap perkembangan pohon yang ditanam. Selama empat tahun berjalan, total 40 hektare lahan ditanami pohon dengan skema hutan asuh.

Menurut Aji, dari angka itu, 30 hektare di kawasan hutan lindung Blumbang Watu, Perhutani. Termasuk Desa Jatiarjo, Kecamatan Prigen, Kabupaten Pasuruan. Sedangkan sisanya, 10 hektare di kawasan hutan lindung Tungwulung, Desa Dayurejo, Kecamatan Prigen dengan rata-rata ketinggian 1100 Mdpl.

Menurut Aji, sapaan Fafit Rahmat Aji, selain hutan asuh, program penanaman reguler juga terus berjalan. Jika dihitung, rata-rata per tahun, ada sekitar 40 ribu bibit yang ditanam di kawasan hutan. Dimulai dari hutan di kawasan lereng Gunung Arjuno, hingga Taman Nasional Bromo Tengger Semeru (TNBTS) yang mencapai 17 hektare.

Baca Juga :   "Kredit Murah" Biang Macet

Aji menjelaskan, usaha untuk membantu pengurangan dampak global warming bukan hanya melalui konservasi lahan hutan. Sebab, usaha yang sama juga dilakukan di lingkungan pabrik. Yang paling nyata, adalah langkah penghematan listrik guna mengurangi penggunaan bahan bakar berbahan fosil.
Dikatakan Aji, pada 2012 lalu misalnya, pihaknya mampu menghemat penggunaan listrik sebesar 871,53 Mwh; 2013 l sebesa 5.217,79 Mwh; 2015 sebesar 1.912,83 Mwh. Lalu pada 2016 sebesar 884,67 Mwh.

Nah, usaha tersebut diyakini cukup berhasil. Paling tidak, berdasar perhitungannya langkah efisiensi itu mampu menekan gas emisi karbon (CO2) hingga ribuan ton. Misalnya, pada 2012, sebanyak 428, 73 ton; 2013 sebesar 3.716,5 Ton; 6.48 pada 2015, dan 2016, sebesar 1.416,38 ton. Data ini merujuk pada hasil kajian yang dilakukan Universitas Yudharta, Pasuruan, salah satu perguruan tinggi yang dilibatkan dalam program ini.

Baca Juga :   Desa Kayukebek Tutur akan Disulap Jadi Kampung Susu

Artinya, sekecil apapun usaha yang kita lakukan, sebenarnya mampu berdampak pada pengurangan emisi karbon itu sendiri. Bayangkan kalau misalnya itu juga dilakukan oleh orang-orang di sekitar kita, jelas Aji.
Pegiat lingkungan dari Yayasan Satu Daun Sudiono mengungkapkan, selain Universitas Yudharta, beberapa kampus lain juga digandeng. Diantaranya, Universitas Brawijaya (UB) Malang, dan juga Universitas Merdeka, Pasuruan. Ketiganya bertugas memasok data-data penelitian terkait kondisi terkini hutan dan juga impact dari apa yang sudah dilakukan, jelas Dion.

Koordinator Program dari LPPM Universitas Yudharta Pasuruan, Amang Fatkhurrohman mengatakan, fenomena pemanasan global saat ini telah memberikan dampak yang luar biasa. Bukan hanya terhadap lingkungan, tetapi juga keberlangsungan hidup manusia itu sendiri. Karena itu, butuh komitmen semua elemen untuk mewujud tata lingkungan ke arah yang lebih baik.
Dampak yang paling nyata adalah iklim atau cuaca yang kerap berubah secara ekstrem. Bencana juga terjadi dimana-mana, dan intensitasnya juga semakin tinggi, terang Amang saat dihubungi melalui sambungan seluler.

Baca Juga :   Sehari Capai 60 Ton Sampah, Walikota Pasuruan Resmikan 3 TPS 3R

Dikatakan Amang, pada 2009 silam, pemerintah memang telah manergetkan pengurangan efek gas rumah kaca sebesar 26 persen pada 2020 mendatang. Akan tetapi melihat kondisi saat ini, ia pesimistis target itu dicapai. Apalagi, dalam waktu yang sama, kegiatan alih fungsi lahan terus terjadi. Sekitar 0,4 hektare per tahun pada 2011, dan meningkat 0, 84 per tahun pada 2012.