Membangun Kolaborasi Menyelamatkan Bumi

1225
KOLABORASI: Petani melakukan perawatan dengan membuat sekat bakar di kawasan hutan Arjuno, Pasuruan. Kegiatan ini merupakan bagian dari kolaborasi para pihak dalam pengelolaan hutan.

Ancaman dampak pemanasan global semakin nyata. Perubahan cuaca secara ekstrem, kenaikan muka laut, serta gangguan pertanian yang berpotensi mengancam sistem ketahanan pangan adalah indikasi paling konkret. Kolaborasi antar pihak mutlak dilakukan untuk menyelamatkan bumi.

 

Laporan: Mochammad Asad

ISTILAH pemanasan global sudah cukup sering disebut dalam kurun dua dasawarsa belakangan ini. Akan tetapi, harus diakui, istilah itu belum cukup populer di kalangan masyarakat awam. Karena itu, diperlukan pemahaman agar bisa dimengerti dalam bahasa sehari-hari.

Pemanasan global (global warming) merupakan fenomena meningkatnya suhu atmosfer dan permukaan bumi yang disebabkan oleh efek gas rumah kaca. Gas rumah kaca yang dimaksud seperti karbon dioksida (CO2), metana (CH4), nitrooksida (N2O), sulfur heksafluorida (SF6), dan juga unsur-unsur kimiawi lainnya.

Baca Juga :   "Kredit Murah" Biang Macet

Sudiono, pegiat dari Yayasan Satu Daun mengungkapkan, ada beberapa faktor yang menyebabkan pemanasan global semakin meningkat. Diantaranya, kian menyempitnya kawasan hutan, pembakarkan sampah, meningkatnya emisi karbon dioksida dari kendaraan/industri, hingga peningkatan penggunaan pupuk kimia.

“Tentu juga adalah meningkatnya efek gas rumah kaca, yang pada akhirnya membuat lapisan atmosfer semakin panas, yang pada menyebabkan suhu di bumi juga semakin panas,” terang Dion, sapaan akrabnya.

Nah, dampak dari pemanasahan global itu yang ini banyak terjadi di sejumlah tempat. Diantaranya, berubahnya cuaca secara ekstrem dan sulit diprediksi, meningkatnya muka air laut yang ditandai dengan maraknya banjir rob di sejumlah titik, terjangan angin puting beliung yang semakin intens, hingga menurunnya produktivitas pertanian. Jika dirunut, kata Dion, hal itu merupakan dampak dari pemanasan global yang sedang terjadi.

Baca Juga :   Desa Kayukebek Tutur akan Disulap Jadi Kampung Susu

Untuk memperbaikinya, jelas bukan pekerjaan mudah. Butuh sinergi dan kolaborasi antar pihak agar bumi yang dipijak tidak semakin rusak. Dan, hal itu pula yang sedang kami lakukan saat ini. Membangun kolaborasi dengan multi pihak. Mulali swasta (perusahaan), pemerintah, akademisi, aktivis dan juga kelompok-kelompok tani, terangnya.

Kolaborasi dikatakan Dion menjadi salah satu kunci guna mewujudkan tata kelola lingkungan yang labih baik. Dengan menjalin kolaborasi, masing-masing pihak mendapat peran sesuai kapasitas yang dimilikinya masing-masing. Seperti yang dilakukannya selama ini.
Menurut Dion, ada banyak program dan kegiatan yang telah dilakukan dengan melibatkan multi sektor tersebut. Mulai dari konservasi hutan, pelaksanaan hutan asuh, hingga penguatan kapasitas dan pemberdayaan ekonomi kelompok-kelompok tani di masyarakat. Semua berjalan berkelindan.

Konsepsi hutan asuh adalah salah satu program yang menjadi andalan Satu Daun. Melalui program ini, usaha konservasi dilakukan dengan melibatkan sektor swasta (perusahaan) sebagai penjamin pembiayaan. Menariknya, tanggung jawab itu bukan hanya terbatas pada penyediaan bibit, tapi juga kebutuhan ekonomi para petani sekitar hutan.

Baca Juga :   Sehari Capai 60 Ton Sampah, Walikota Pasuruan Resmikan 3 TPS 3R

Menurut Dion, ada uda tujuan yang ingin dicapai dari pelaksanaan program ini. Pertama, menjamin kepastian bahwa konservasi yang dilakukan berjalan maksimal. Sebab, dalam banyak kasus, proses konservasi yang berjalan hanya sebatas pada konsep tanam-tinggal. Artinya, tidak ada pemantauan apakah pohon yang ditanam tumbuh sesuai harapan atau sebaliknya, malah mati.
Berangkat dari sanalah konsep hutan asuh itu ditawarkan. Kehadiran swasta (perusahaan) semata untuk menjamin pertumbuhan bibit yang ditanam melalui petani asuh. Terutama, mereka yang memang menggantungkan hidupnya dari hasil hutan. Seperti menjadi pesanggem atau pembuat arang.