Rupiah Melemah, Home Industry Tahu di Probolinggo Ketar-Ketir

1103

Probolinggo (wartabromo.com) – Melemahnya nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika membuat sejumlah produsen tahu rumahan (home industry) di Kabupaten Probolinggo ketar-ketir. Sebab, harga kedelai impor yang digunakan harganya semakin mahal.

Dengan nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika yang mencapai Rp 15 ribu, ternyata berimbas pada harga kedelai impor, bahan baku tahu. Saat ini, harga kedelai sudah mencapai Rp 7.300 per kilogramnya. Harga itu naik Rp 1.000 dibanding dua pekan lalu, yang hanya Rp 6.300 per kilogram.

Naiknya harga bahan baku utama pembuatan tahu tersebut, membuat pengusaha menambah modalnya. Seperti diakui oleh Karti Ningsih, pemilik home industry tahu di Desa Jabung candi, Kecamatan Paiton. “Yang jelas omzet kita sangat menurun. Ini imbas dari naiknya nilai tukar rupiah, yang berdampak ke harga kedelai yang semakin mahal,” ujarnya, Senin (10/9/2018).

Baca Juga :   Ini 10 Kecamatan Rawan Banjir di Kabupaten Probolinggo

Penurunan omset itu sampai 30 persen, karena ia harus mempertahankan harga jual tahu. Di sisi lain, ia tak bisa mengurangi ukuran tahu yang dicetak atau diproduksi. “Jika ukuran tahu diperkecil, pelanggan akan lari ke tempat lain. Harganyapun juga tak bisa dinaikkan, karena semua dari pabrik tahu rata-rata harganya sama,” terang Karti.

Tak hanya dirinya, Karti yakin pengusaha tahu rumahan lainnya merasakan hal yang sama. Sebab, permodalan mereka tidak setangguh prabrik tahu besar yang biasanya menyetok kedelai dalam jumlah besar. “Jika ini terus terjadi, bisa-bisa produsen tahu rumahan akan gulung tikar, kami berharap pemerintah mau melakukan intervensi pasar, agar kami tetap eksis,” harap Karti. (cho/saw)