Bank Century Lagi Hidup Mati

1134

Berthelsen bersama mantan wartawan-wartawan eks koran terkemuka itu mendirikan Asia Sentinel. Secara online.

Tentu harusnya tidak ada yang  berang. Membaca berita Bank Century itu. Di Asia Sentinel itu. Berita itu bersumber dari dokumen gugatan perdata.

Namanya gugatan. Bisa saja menguraikan apa saja. Dari versi penggugatnya.
Mungkin benar. Mungkin salah.
Pengadilanlah yang akan menentukannya.

Tapi sebelum menurunkan tulisan tersebut harusnya Asia Sentinel melakukan cross check. Ke yang terpojokkan di tulisan itu.

Asia Sentinel tentu sudah sadar: berita itu bersumber fakta tapi sepihak. Dari dokumen gugatan saja. Yang menggugat adalah satu perusahaan investasi. Di  republik Mauritius. Negeri surganya pajak. Siapa saja boleh bikin perusahaan di sana. Tanpa harus beroperasi di sana.

Nama penggugat itu: Weston International Capital Limited. Yang digugat banyak pihak. Terutama lembaga keuangan dari Jepang: JTrust. Yang punya anak perusahaan di Indonesia: Bank JTrus Indonesia.

Baca Juga :   Sedang Diperbaiki, Kapal Terbakar di Dermaga Pelabuhan

Dalam dokumen gugatan itulah nama Indonesia terseret. Misalnya ada nama 30  pejabat. Yang dinilai melakukan konspirasi lewat Bank Century. Yang pejabat-pejabat itu umumnya dinilai sebagai tukang stempel saja. Ikut saja skenario konspirasi entah dari siapa.

Mengapa JTrust digugat?
JTrust adalah pemenang lelang.

Saat saham bank Mutiara dijual. Di tahun 2013. Bank Mutiara itu dulunya bernama Bank Century Tbk. Pemegang saham utamanya Robert Tantular.

Bank Century nyaris kolaps. Saat terjadi krisis global. Di tahun 2008.

Para nasabahnya tentu terancam kehilangan uang. Makanya Bank Century diselamatkan. Dengan dana dari LPS. Sebesar sekian triliun rupiah itu.

Bank Century selamat. Menjadi milik LPS. Atau pemerintah. Lima tahun kemudian namanya diganti: menjadi Bank Mutiara.

Gugatan itu menyebut, seperti ditulis John Berthelsen, salah satu nasabah Bank Century dulu adalah Partai Demokrat. Uang yang disimpan di situ, katanya, uang gelap. Tentu itu harus dibuktikan. Partai Demokrat sudah membantahnya.

Baca Juga :   Nasi Goreng Bontotan, Penyebab 4 Siswa Madrasah Keracunan

Ditunggu saja apa kata pengadilan. Kalau pengadilan Mauritius mau menerima gugatan itu. Bisa juga tidak mau. Peristiwa ini terjadinya kan di Jakarta. Pengadilan di sana bisa menolak menyidangkannya.

Atau penggugat itu digugat saja. Biar buka-bukaan. Apa katanya nanti. Begitulah.

Perusahaan Mauritius itu berprinsip: Weston International Capitallah yang mestinya menang lelang.
Bukan JTrust.

Bahkan Weston menuduh JTrust kongkalingkong dengan berbagai bank internasional. Seperti Standard Chartered Inggris, UOB Singapura dan Nomura Jepang.

Penggugat juga menuduh JTrust ini: saat lelang dulu JTrust tidak menyebut sumber dananya dari mana.

Waktu itu JTrust menawar Bank Mutiara sebesar USD 898 juta dolar. Tanpa, kata penggugat, menyebut sumber dananya dari mana.

Baca Juga :   Rute Lebih Menantang, Banyak Tanjakan di Bromo Marathon 2018

Padahal ini: dalam dokumen tender menyebutkan penawar wajib membuka diri: dari mana sumber dananya.

Bahkan Weston menuduh JTrust tidak pernah benar-benar membayar dengan angka itu. Yang dibayar hanya 24 juta dolar. Atau hanya 6,8 persennya. Itu pun sudah lewat waktu. Sudah telat 33 hari. Sisanya, katanya, dibayar dari syariah promesory note Bank Indonesia. Itu pun kemudian diganti dengan asuransi.

Itulah versi Weston. Semua itu baru versi Weston. Belum kita dengar versi JTrust.

Weston minta JTrust membayar ganti rugi. Tidak tanggung-tanggung: USD 1 miliar.

Asia Sentinel sendiri terus memberitakan ini. Sejak lima tahun lalu. Baru sekarang terjadi mencabut beritanya.

Weston memang sudah menggugat JTrust sejak itu. Dan tampaknya akan terus berjuang. Termasuk berjuang di luar pengadilan. Melaporkannya ke komisi anti korupsi perserikatan bangsa-bangsa.