“Utang” Upah Berbuntut Vonis Penjara

2059
Berakhir sudah konflik perburuhan antara karyawan dengan manajemen PT Tridaya Adi Perkasa (TAP), Gempol. Setelah serangkaian masa sidang, PN Bangil akhirnya menjatuhkan vonis satu tahun kurungan penjara.
Laporan M. Asad
PALU hakim itu akhirnya diketuk. Majelis hakim Pengadilan Negeri (PN) Bangil yang diketuai Asvin itu menjatuhkan vonis satu tahun penjara dan denda Rp 100 juta rupiah kepada bos PT. TAP Gempol, Yohanes Hartanto.
Memang, putusan yang dijatuhkan itu lebih rendah dibanding tuntutan jaksa yang menuntutnya dengan kurungan penjara 1,5 tahun. Tetapi, palu kadung diketuk. Melalui pengacaranya, Yohanes yang didakwa melakukan tindak pidana lantaran membayar upah dibawah ketentuan UMK (upah minimun kabupaten) Pasuruan, serta merta menyatakan banding.
“Kami akan mengajukan banding,” kata pengacara Yohanes, Herna Wahyu Ningsih sesaat seusai sidang.
Sebaliknya, pihak jaksa penuntut umum (JPU) dari Kejaksaan Negeri (Kejari) Bangil menyatakan masih pikir-pikir atas putusan tersebut.
Di sisi lain, sidang yang berlangsung Kamis (20/12/2018) memang ditunggu-tunggu oleh kubu pekerja.
Apalagi, sebelumnya, sidang dengan agenda pembacaan itu sempat mengalami penundaan. Jadilah ruang sidang yang tak seberapa luas itu penuh oleh para pekerja. Karena itu, begitu ketua sidang memutus bos PT TAP bersalah, mereka pun bersorak sorai.
Sengketa perburuhan antara PT TAP dengan pekerja ini bermula dari pembayaran upah pekerja yang dibawah UMK pada 2016 silam. Ketika itu, upah kabupaten ditetapkan sebesar Rp 2.700.000. Tetapi, manajemen yang merasa tak sanggup, lantas membayar pekerjanya jauh dibawah itu; Rp 2.200.000.
Sengketa pun bergulir. Perundingan yang digagas kedua belah pihak menemui jalan buntu. Jadilah sidang pengadilan umum menjadi pilihannya.
“Aturannya kan sudah jelas. Membayar upah dibawah ketentuan UMK adalah pelanggaran pidana,” terang Suryono Pane, penasihat hukum karyawan dari Sarbumusi.
Bagi Suryono, putusan PN Bangil yang menghukum terdakwa Yohanes kurungan 1 tahun dan denda Rp 100 juta sudah tepat. Setidaknya, hal itu bisa menjadi pelajaran bagi perusahaan-perusahaan lain agar memperhatikan upah karyawannya.
“Mekanismenya kan sudah ada. Jika tidak sanggup, bisa mengajukan penangguhan upah,” terang Suryono.
Pihak JPU Kejari Bangil mengaku masih belum bisa mengambil sikap atas putusan PN Bangil. Hendi Budi, jaksa penuntut yang hadir pada sidang putusan tersebut masih harus menunggu memori banding yang diajukan kubu PT TAP. “Tunggu nanti ya,” ujar Hendi.

Bagi PN Bangil, vonis pidana kurungan atas konflik perburuhan bukan pertama kalinya. Tahun 2014, PN Bangil juga memberikan putusan yang sama atas gugatan mantan karyawannya di PT Sri Rejeki. Sempat mengajukan banding, namun Mahkamah Agung (MA) justru menambah hukuman dari 1 tahun menjadi 1,5 tahun. (*)