Silang Sengkarut Anggaran Uang Rakyat

2357

Tak puas dengan materi dalam lembaran evaluasi itu, Rabu (13/2/2019), rombongan Banggar-Timgar bergerak ke Pemprov untuk berkonsultasi. Hasilnya, provinsi bergeming dengan evaluasinya agar Pemkab tidak merealisasikan anggaran hibah-bansos.

Koordinator Malang Corruption Watch (MCW) Fahruddin merespons positif sikap Pemprov untuk tidak memberikan lampu hijau atas penggunaan dana hibah-bansos yang tidak sesuai skema pengalokasikan anggaran itu. Sebab, jika tetap dipaksakan, hal itu berpotensi pada persoalan hukum di kemudian hari.

Fahruddin mengatakan, sebelum anggaran dialokasikan, sudah ada proposal masuk dari para pemohon. Dengan begitu, berdasar proposal itulah, anggaran dialokasikan berdasar kemampuan daerah. Karena itu, jika saat pembahasan dulu belum ada proposal masuk, apalagi juga belum tercantum dalam KUA-PPAS, sangat mungkin ada rekayasa ketika program itu dilaksanakan.

Baca Juga :   Seorang Kakek Asal Paiton Tewas Tertabrak Bus

“Apalagi, ini tahun politik. Dalam banyak tempat, jamak dijumpai penyimpangan hibah-bansos untuk mendulang kepentingan politik. Logikanya, kalau dulu belum ada proposal masuk, berarti berkas-berkasnya masuk belakangan alias menyusul. Padahal kan tidak boleh,” kata Fahruddin.

Dalam kesempatan kemarin, Fahruddin juga mempertanyakan sikap dewan yang begitu saja meloloskan anggaran hibah-bansos meski dinilainya tidak sesuai sistem penggaran. Menurutnya, sejak awal, DPRD seharusnya men-drop usulan itu sebelum didukung dengan berkas kelengkapan. “Pertanyaannya, kenapa itu bisa lolos?” tanya Faruddin.

Banggar DPRD Kabupaten Pasuruan mengelak disebut sengaja mendiamkan persoalan itu sejak awal. Anggpta Banggar, Joko Cahyono mengatakan, hingga penyerahan draf RAPBD ke provinsi tahap pertama, pihaknya senantiasa menanyakan kelengkapan berkas pemohon hibah-bansos. Tetapi, pihak eksekutif berkilah jika berkas tersebut sudah ada di masing-masing SKPD.

Baca Juga :   Keren, Santri Probolinggo Upacara Bendera Pakai 3 Bahasa

Selain itu, pihaknya juga dihadapkan pada dilema lantaran makin mepetnya waktu agar RAPBD yang telah disepakati segera diundangkan. Sebab, jika melewati 30 Desember belum juga diundangkan, ribuan Aparatur Sipil Negara (ASN) terancam tidak bisa gajian. Termasuk para wakil rakyat di DPRD. “Akhirnya, kami menyepakati dengan catatan bahwa berkas-berkas itu harus dilengkapi,” terang Joko.

Di sisi lain, anggaran hibah-bansos bukan satu-satunya program Pemkab yang terancam tak bisa dilaksanakan. Kegiatan Belanja Barang yang Diserahkan kepada Desa (Hibah) dengan pagu anggaran Rp 82 miliar juga mengalami hal yang sama.

Penelusuran WartaBromo, program yang sebagian besar berupa kegiatan pembangunan fisik itu dilarang untuk dilaksanakan oleh Pemprov karena tidak sesuai ketentuan. Alasannya, desa bukan termasuk sebagai pihak yang diperkenankan menerima hibah.

Baca Juga :   Setahun Buron, Spesialis Pencuri Motor dalam Rumah asal Puspo Ditangkap Polisi

Adanya larangan itu setidaknya tertuang dalam lembar evaluasi Pemprov poin 8. Menurut Pemprov, pemakaian kode rekening “Belanja Barang yang Akan Diserahkan kepada Masyarakat/Pihak Ketiga” tersebut dipergunakan untuk hibah atau bansos. Sementara desa, bukanlah pihak yang diperkenankan menerima hibah/bansos.

Ketentuan tersebut sesuai dengan Pasal 298 ayat 4 dan 5 Undang-Undang Nomor 23/2014 tentang Pemerintah Daerah dan Permendagri No 32/2011 sebagaimana diubah dengan Permendagri 13/2018 tentang Pedoman Pemberihan Hibah dan Bansos.

Diketahui, anggaran belanja barang yang akan diberikan kepada pihak ketiga (desa) itu tertulis dengan kode rekening 5.2.2.23. Padahal, kode rekening tersebut merupakan kode rekening untuk belanja hibah. Sementara, dalam waktu yang sama, desa bukanlah termasuk sebagai pihak yang boleh menerima hibah.