Menguji Akuntabilitas Dana Hibah Kabupaten Pasuruan

3655

Tetapi, provinsi bergeming dengan evaluasinya agar Pemkab tidak merealisasikan anggaran hibah-bansos.

Koordinator Malang Corruption Watch (MCW) Fahruddin merespons positif sikap Pemprov untuk tidak memberikan lampu hijau atas penggunaan dana hibah-bansos yang tidak sesuai skema pengalokasikan anggaran itu. Sebab, jika tetap dipaksakan, hal itu berpotensi pada persoalan hukum di kemudian hari.

Fahruddin mengatakan, sebelum anggaran dialokasikan, sudah ada proposal masuk dari para pemohon. Dengan begitu, berdasar proposal itulah, anggaran dialokasikan berdasar kemampuan daerah. Karena itu, jika saat pembahasan dulu belum ada proposal masuk, apalagi juga belum tercantum dalam KUA-PPAS, sangat mungkin ada rekayasa ketika program itu dilaksanakan.

“Apalagi, ini tahun politik. Dalam banyak tempat, jamak dijumpai penyimpangan hibah-bansos untuk mendulang kepentingan politik. Logikanya, kalau dulu belum ada proposal masuk, berarti berkas-berkasnya masuk belakangan alias menyusul. Padahal kan tidak boleh,” kata Fahruddin.

Baca Juga :   Jenang Abang Kelulusan

Dalam kesempatan kemarin, Fahruddin juga mempertanyakan sikap dewan yang begitu saja meloloskan anggaran hibah-bansos meski dinilainya tidak sesuai sistem penggaran. Menurutnya, sejak awal, DPRD seharusnya men-drop usulan itu sebelum didukung dengan berkas kelengkapan.

“Pertanyaannya, kenapa itu bisa lolos?” tanya Faruddin.

Dalam konteks saat ini, ia pun menghargai langkah Pemkab yang akan mengubah nomenklatur saat PAK nanti. Dengan demikian, kepentingan publik tetap bisa dilaksanakan dengan mengurangi risiko atas resistensi politis dari penggunaan anggaran tersebut.

Banggar DPRD Kabupaten Pasuruan mengelak disebut sengaja mendiamkan persoalan itu sejak awal. Anggpta Banggar, Joko Cahyono mengatakan, hingga penyerahan draf RAPBD ke provinsi tahap pertama, pihaknya senantiasa menanyakan kelengkapan berkas pemohon hibah-bansos. Tetapi, pihak eksekutif berkilah jika berkas tersebut ada di masing-masing SKPD.

Baca Juga :   Perusahaan Swasta Wajib Pekerjakan Penyandang Disabilitas

Selain itu, pihaknya juga dihadapkan pada dilema lantaran makin mepetnya waktu agar RAPBD yang telah disepakati segera diundangkan. Sebab, jika melewati 30 Desember belum juga diundangkan, ribuan Aparatur Sipil Negara (ASN) terancam tidak bisa gajian. Termasuk para wakil rakyat di DPRD. “ Akhirnya, kami menyepakati dengan catatan bahwa berkas-berkas itu harus dilengkapi,” terang Joko.

Sekretariat LSM Penjara di wilayah Kota Pasuruan. Saat dilakukan pengecekan, sekretariat penerima hibah Pemkab Pasuruan ini telah pindah.

Verifikasi Hibah Terlalu Longgar

Di sisi lain, silang sengkarut hibah ini bukan kali pertama terjadi. Berdasar temuan WartaBromo, kondisi yang sama juga terjadi pada realisasi hibah tahun anggaran 2017 silam. Dimana, dari ratusan penerima hibah, sebagian diantaranya belum memenuhi ketentuan sebagaimana yang dipersyaratkan.

Merujuk pada Permendagri No 32/2011 sebagaimana diubah Permendagri No 13/2018, salah satu syarat untuk menerima hibah adalah harus berbadan hukum sekurang-kurangnya tiga tahun; tidak menerima berturut-turut setiap tahun, berdomisili di daerah yang sama dengan pemerintah setempat, memiliki alamat jelas, pengurus, dan juga kegiatan yang jelas. Halaman Selanjutnya…

Baca Juga :   Hampir Sepekan di Jakarta, Fungsionaris Hanura Pasuruan Genggam Surat Rekom Untuk Gus Irsyad

Namun, hasil penelusuran WartaBromo justru mendapati sebaliknya. Sejumlah lembaga penerima hibah dipastikan belum berbadan hukum tiga tahun, tidak berdomisili di daerah bersangkutan dengan pemberi hibah, bahkan salah alamat.
Salah satu lembaga penerima hibah yang dimaksud adalah LSM Penjara. Pada 2017 lalu, lembaga ini menerima kucuran hibah sebesar Rp270 juta untuk kegiatan pelaksanaan keaksaraan dasar.