Menanti Jerat Penambang Ilegal yang Masih Bebas Melenggang

3469

Alih-alih mengambil tindakan, untuk masuk ke lokasi saja, pihaknya tidak bisa. “Kami hanya boleh memantau dari luar. Itu pun dengan kawalan mereka,” terang sumber di lingkungan Dinas Lingkungan Hidup (DLH) yang sempat turun ke lokasi untuk melakukan pengecekan.

Cerita akan keberadaan oknum tentara memang begitu banyak terdengar. Bukan hanya dari kalangan pejabat di lingkungan Pemkab, beberapa warga juga mengemukakan hal serupa. Oknum-oknum aparat itu bahkan disebutkan sudah terlibat sejak tambang ini beroperasi 2-3 tahun silam.

“Dari awal sudah ada kan memang katanya mau dipakai perumahan prajurit, jadi mereka ikut mengamankan,” jelas Yanto. Ia pun mengaku sangsi dengan rencana pembangunan perumahan untuk prajurit itu. Alasannya, lokasi tersebut dinilainya kurang ideal untuk sebuah permukiman karena di tengah cekungan.

Plakat rencana pembangunan perumahan prajurit yang sempat dipasang di lokasi. Foto: Istimewa.

Yanto pun menuding bila rencana pembangunan perumahan itu hanya kedok untuk menambang. Untuk membuktikan dugaannya, beberapa plakat yang sempat dipasang di beberapa titik, sempat dicabut saat dilakukan sidak oleh tim dari sekretariat negara (setneg).

Baca Juga :   DLH Pastikan Busa di Kaliputih Mengandung Bahan Berbahaya dan Beracun

Tudingan yang sama disampaikan Direktur Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Jawa Timur, Rere Christanto. Pihaknya mencurigai adanya permainan oknum aparat dengan pengusaha terkait beroperasinya tambang ilegal di Bulusari itu.

“Dari lokasinya, sangat tidak layak untuk permukiman karena daerah sulit air. Kedua, ternyata kan tidak sesuai dengan tata ruang daerah. Makanya, bisa jadi ini hanya permainan perusahaan tambang menjadikan aparat sebagai bemper agar bisa menambang disitu,” jelas Rere melalui selulernya.

Klaim sebagai proyek perumahan prajurit memang disebut-sebut menjadi alasan sulitnya menutup tambang ilegal itu. Beberapa oknum aparat acapkali menghadang usaha Pemkab melakukan penegakan hukum. “Semua tahu ada aparat disitu yang mem-backup,” kata Jakfar, aktivis LBH Anshorjatim.

Baca Juga :   Debit Umbulan yang Terus Menyusut dan Ancaman Krisis Akibat Perubahan Iklim

Sekretaris Daerah (Sekda) Kabupaten Pasuruan, Anang Saiful Wijaya tak mengelak adanya keterlibatan oknum aparat dalam mengamankan tambang ilegal itu. Tercatat beberapa kali pihaknya mengundang PT. TSA dan PT. PTP guna dimintai klarifikasi. Hasilnya, PT. TSA menyatakan tak memiliki tambang di Bulusari.

Bagaimana dengan PTP? Menurut Anang, beberapa kali surat permintaan klarifikasi tak pernah direspons. Alih-alih merespons. Ia bahkan sempat mendapat surat dari satuan militer yang menyebut bila lokasi tersebut akan dibangun perumahan prajurit. “Kewenangan kami kan hanya sebatas pelanggaran perda. Jadi, untuk sampai ke penindakan hukum pidana, itu di luar kewenangan kami,” jelasnya.

PT. PTP sendiri terdaftar sebagai perseroan tertutup dengan jumlah modal disetor sebesar Rp 500 juta. Terdapat tiga pihak yang tercatat sebagai pemilik saham perusahaan ini dengan mayoritas dimiliki PT. Putra Putri Mitra Sutomo (PPMS) sebesar Rp 275 juta. Dari PT. PPMS inilah benang merah keterkaitan antara PT. PTP dengan PT. TSA muncul.

Baca Juga :   Di Mana "Alamat" Dinas Lingkungan Hidup?

Berdasar dokumen yang didapat dari Dirjen AHU Kemenkum HAM, setidaknya terdapat beberapa nama pejabat di PT. PPMS yang juga tercatat sebagai pengurus di PT. TS. Misalnya, Terence Teja Prawira, selaku komisaris utama PT. PPMS, yang menjabat sebagai direktur utama di PT. TS.

Dikonfirmasi terkait keterkaian dua perusahaan ini, Pemkab Pasuruan tidak bisa memberikan komentarnya. “Saya kurang tahu kalau soal itu. Yang pasti, setelah ada klarifikasi dari PT. TS, kami sempat mengundang PT. Prawira, tapi tidak pernah direspons,” jelas sumber di lingkungan Pemkab Pasuruan.