Menelisik Sejarah Santet di Indonesia

11206
“Fenomena santet tak bisa dianggap remeh. Bahkan dahulu pernah ada aturan khusus terkait tukang santet yang bisa diganjar hukuman mati.”

Laporan: Maya Rahma

DI Indonesia, berbagai macam tradisi kuno masih kental terasa. Baik tradisi dalam bentuk baik maupun berdampak buruk. Salah satunya yakni Ilmu hitam.

Ada berbagai Ilmu hitam yang dikenal di Indonesia. Mulai dari pelet, santet, susuk, sihir dan lain sebagainya.

Keberadaan ilmu hitam ini tak bisa diremehkan. Sebab, ilmu ini memang berkembang di masyarakat dan kerap ditemukan dalam berbagai kasus. Misalnya saja santet. Salah satu bagian dari ilmu hitam ini bahkan pernah menyebabkan kejadian besar di Banyuwangi, Jawa Timur pada 1998 silam.

Lalu, bagaimana sih sejarah dari santet?

Beberapa sumber menyebutkan, santet ini telah ada sejak zaman Nabi Muhammad SAW. Salah satu yang mengungkapkan yakni Ustadz Abdul Somad (UAS). Ia mengatakan, jika santet dan sihir ini memang ada dan diakui keberadaannya.

Baca Juga :   RAA. Soejono dan Ironisme Sang Nasionalis (3)

“Bahwa orang tak senang dengan agama Allah ini, mereka akan santet, mereka akan racun, terjadi pada nabi-nabi,” jelasnya melalui cuplikan video.

Masih kata UAS, santet ini dilakukan dalam beberapa metode. Seperti melalui rambut seseorang yang ditiup dan dibacakan mantra. Tujuannya untuk menyakiti orang tersebut.

Santet di Indonesia

Sementara di Indonesia, fenomena santet ini sudah akrab saat masa Kerajaan Kediri. A. Masruri dalam bukunya yang berjudul The Secret of Santet menyebut, metode santet ini memiliki tujuan tertentu. Baik untuk mengirimkan energi positif yang berguna dalam bela diri. Maupun untuk menyakiti orang lain.

“Ini dimiliki hampir semua bangsa dari berbagai belahan dunia, tanpa melihat asal muasal suku dan kepercayaan atau agama yang dianut,” katanya.

Baca Juga :   Janur Ireng, Cerita Baru Penulis KKN di Desa Penari yang Tak Kalah Menyeramkan

Selaras, Almarhum Prof. Dr. Edi S. Ekadjati, ahli sejarah mengungkapkan, ilmu santet ini merupakan warisan masa lampau. Dalam kehidupan masyarakat Sunda, ditemukan dokumen pada abad ke 6 yang dinamai dengan Sanghyang Siksa Kandang Karesian. Isinya semacam ensiklopedi adat istiadat orang Sunda yang menyebutkan jika santet adalah perasaan sakit hati, murung dan tidak senang yang dialihkan pada orang lain.

Lepas dari Sunda, di Jawa Timur juga terkenal dengan komunitas santet. Khususnya pada masa runtuhnya Kerajaan Majapahit. Saat itu Majapahit diserang oleh kerajaan Demak. Akibatnya, pasukan Majapahit ini menyingkir ke timur, yakni ke Kawasan Bromo, Tengger Semeru. Ada juga yang bergerak ke sekitar Gunung Lawu.

Lama setelah peristiwa tersebut, salah satu penasihat Raja Brawijaya V (Majapahit) yang bernama Sabdo Palon Noyo Genggong berjanji akan melakukan balas dendam.

Baca Juga :   Benarkah Kucing Bisa Melihat Hantu? Yuk, Simak Penjelasannya

“Bentuk pelampiasan dendam orang-orang Majapahit atas serangan Demak yang menyebabkan mereka terusir dari tanah kelahiran dan keyakinannya dilakukan dengan cara supranatural,” tulis Masruri.

Santet saat itu yang berfungsi hanya sebagai pegangan pribadi dan disebarkan hanya ke kalangan tertentu, kini sudah tak lagi demikian. “Saat itu mulai dilepaskan (santet, red) kepada masyarakat umum,” tambahnya.

Salah satu tokoh yang menyebarkan santet dikenal dengan nama Mbah Bungkuk. Ia terkenal sebagai seorang tabib yang sakti dan disegani istana saat itu.

Kembali saat masa kerajaan Majapahit. Pada masa keemasan, Majapahit juga pernah memiliki aturan khusus terkait santet. Mereka tak segan-segan memberikan hukuman terhadap tukang santet jika melanggar undang-undang.

“Barang siapa menggunakan boneka atau sejenis dengan tujuan menenung orang lain, dia diancam hukuman mati,” bunyi aturan Majapahit soal santet.