Tour Guide Bali Banting Setir Jadi Perajin Makrame, Omset Puluhan Juta Sebulan

1936

 

Laporan : Miftahul Ulum

PANDEMI covid-19 memang berdampak besar terhadap ekonomi masyarakat. Tak terkecuali dunia pariwisata di Bali. M. Shidiq, seorang tour guide di pulau dewata harus banting setir jadi perajin makrame untuk menyambung hidup.

Bermula dari coba-coba karena kepepet, usaha Shidiq kini sudah membuahkan hasil. Omset dari kerajinan makrame yang dirintisnya mencapai puluhan juta rupiah dalam sebulan.

Ditemui di rumahnya di Dusun Besuki, Desa Kejapanan, Gempol, M. Shidiq membagikan kisahnya. Bermula ketika covid-19 masuk ke Indonesia dan mulai berimbas pada pariwisata di Bali.

“Jadi mulai Januari 2020 sudah sepi tamu (wisatawan), sampai akhirnya covid Maret, sampai Juni itu lockdown. Saya bertahan bersama istri dengan uang tabungan. Sampai akhirnya habis, Juni itu saya pulang ke rumah istri di Pasuruan,” kenang pria asli Bali ini.

Untuk menyambung hidup, dia belajar makrame secara otodidak. Sebelum pulang ke Pasuruan, ia sempat belajar kepada tetangganya di Bali tentang kerajinan makrame. Ditambah dengan belajar via video tutorial di Youtube. Sampai akhirnya ia bisa menghasilkan tas dari makrame.

Baca Juga :   Tanpa Intervensi, Indonesia Bakal Kehilangan Rp544 Triliun di 2024 Akibat Krisis Iklim

Awal mulanya, pria berumur 29 tahun ini memasarkan hasil kerajinannya di Facebook. Di sana, ia mematok harga Rp 30 ribu untuk tas yang ia kerjakan.

“Lumayan itu, ada yang beli, beberapa orderan datang. Tapi ternyata harga yang saya patok terlalu murah. Setelah saya hitung-hitung, untuk mengerjakan tas selama setengah hari dan untuk produksi, hanya untung Rp 5000. Tapi itu awal, saya belajar dari sana, dan mencoba makrame model lain dan dengan harga yang sesuai,” bebernya

Kini ia sudah bisa membuat berbagai jenis makrame. Dari tas belanja, handling plant (penahan pot bunga), hiasan dinding.

“Mudah sebenarnya mas, yang penting mau belajar dan juga punya sense of art. Saya belajarnya lewat youtube saja bisa,” ungkapnya.

Baca Juga :   Idap Penyakit Aneh, Shifa Butuh Uluran Tangan

Bahan baku untuk membuat makrame sebenarnya sederhana. Sgidiq menuturkan hanya perlu benang dengan berbagai ukuran, dari 3 mm sampai 12 mm.

Selain itu ada kayu untuk penahan saat merajut makrame. Dan beberapa pernik seperti pengait untuk tas, dan ring untuk memasang makrame pada dinding.

Setelah mendapat pesanan awalnya. Ia mulai kebingungan mencari bahan baku utama makrame, yakni benang. Setelah melalui serangkaian pencarian. Ia mendapat pasokan benang dari sebuah pabrik di Jawa Tengah.

“Dari situ, sudah mulai lancar, bahan produksi aman, dan pesanan berdatangan terus,” imbuhnya.

Melayani Pasar Lokal sampai Internasional

Lambat laun, hasil makramenya dikenal orang. Melalui e-commerce Tokopedia, dan Facebook, ia memasarkan hasil kerajinannya.

“Yang hiasan dinding ini, mau saya kirim ke Kalimantan, harganya Rp 350 ribu, ukuran 1 meter,” ujarnya sembari menunjukkan makrame setengah jadi.

Baca Juga :   Pandemi dan Momentum Wujudkan Ketahanan Energi

Makrame hasil tangannya sudah menyebar ke berbagai wilayah. Dari Jawa, Kalimantan, sampai ke benua biru. Bahkan hasil karyanya itu sudah sampai ke tangan bule di Portugal.

“Boomingnya awal 2021, saya dapat pesanan dari salah satu market place di Bali. Dia memasarkan hasil kerajinan saya sampai ke Portugal, dan negara-negara di Benua Eropa,” jelasnya.

Dari marketplace bernama Sasakmarket, pesanan yang ia terima membludak. Dalam sebulan bisa menerima pesanan sampai lima kali.

Dalam sekali pesanan, bisa ratusan item makrame. Dengan nilai pesanan belasan sampai puluhan juta.

“Sekarang yang banyak pesanan dari Sasakmarket, meskipun dari Tokopedia juga jalan. Terakhir pesanan sari Sasakmarket, nilainya Rp 13 juta, harus selesai pertengahan bulan Juni,” tuturnya.