Internet dari Desa, oleh Desa, untuk Desa

4612

“Anggaran tahun ini memang lebih kecil dari tahun lalu karena lebih banyak difokuskan untuk penanganan Covid-19,” kata Daifa.

Dan sejak desa menyediakan internet murah, tak hanya anak sekolah yang merasakan manfaatnya, para pedagang kecil pun juga ikut terdampak. Para penjual makanan, misalnya. Warga yang sebelumnya bahkan tidak tahu ada penjual makanan apa saja di dusun tetangga, sekarang mereka jadi tahu.

“Waktu awal-awal dulu itu banyak juga yang heran. Mana bisa jualan lewat foto-foto di ponsel. Namanya juga tidak tahu mereka. Jadi ya bagaimana,” katanya.

Kini kumpulan pedagang di Desa Sambirejo itu membikin grup aplikasi WhatsApp. Dari grup itulah mereka saling berbagi dan mempromosikan dagangannya. Dari situ pula mereka kini bisa menerapkan layanan pesan-antar. Yang semula jual beli antar dusun, sekarang berkembang hingga jual beli antar desa. Aktivitas semacam ini sangat membantu dalam memutar roda ekonomi di desa.

Baca Juga :   Adaptasi, Kunci Survive Hadapi Pandemi

Ke depan, Desa Sambirejo juga akan mengembangkan unit usaha BUMDes yang lain, yakni bank sampah, dengan aplikasi. Aplikasinya sudah disiapkan, tinggal direalisasikan ke masyarakat. Dengan itu, nantinya transaksi bank sampah cukup dilakukan melalui aplikasi tersebut.

Selama ini di Desa Sambirejo, cara menabung ke bank sampah ialah para nasabah datang sendiri ke lokasi bank sampah lalu menyetorkan sampah yang sudah mereka kumpulkan kepada petugas. Sampah-sampah itu, oleh petugas, lalu dipilah dan ditimbang kemudian nilai nominalnya masuk ke dalam buku tabungan nasabah. Tabungan itu bisa diambil setiap enam bulan sekali.

Nah, jika nanti menggunakan aplikasi, nasabah tidak perlu datang ke bank sampah, melainkan sebaliknya, petugaslah yang mendatangi nasabah. Nasabah tinggal mengunggah foto sampah yang mereka miliki ke dalam aplikasi dan secara otomatis sampah tersebut akan terbeli.

Baca Juga :   Jutaan Anak Terancam Malnutrisi Akibat Pandemi

“Jadi uangnya nanti masuk di aplikasi milik nasabah itu sendiri. Uang di aplikasi itu bisa dipakai, misalnya, membeli pulsa, membayar listrik, air, dan lain-lain,” imbuh Daifa.

Nasabah bank sampah di Desa Sambirejo rata-rata adalah warga yang menerima program keluarga harapan (PKH) Kemensos. Hal ini dilakukan dengan pertimbangan, pertama, agar mereka bisa turut berkontribusi menjaga kebersihan lingkungan desa. Kedua, menambah pendapatan keluarga mereka.

Di beberapa kesempatan berdiskusi dengan desa-desa lain, Daifa mengimbau bagi desa yang ingin belajar dari Desa Sambirejo agar tidak usah ragu seperti dirinya. Dana desa, kata dia, boleh dipergunakan untuk memasang fasilitas internet. Dan internet, lanjutnya, saat ini menjadi kebutuhan penting bagi masyarakat. Jika memiliki anggaran yang cukup, desa sangat bisa menyediakan internet murah untuk masyarakat.

Baca Juga :   Ironi Warga Candiwates, Desa Sumber Air yang Justru Terancam Krisis

“Jangan meniru saya. Saya ini ragu-ragu, akhirnya nanggung. Kalau memang punya anggaran besar, alokasikan saja yang besar sekalian. Karena alat-alatnya memang mahal. Tapi nanti akan sebanding dengan yang didapat masyarakat,” kata Daifa.

Pemberdayaan Ekonomi Berbasis Digital

Terpisah, pengamat kebijakan publik dari Universitas Pembangunan Nasional (UPN) Jawa Timur, Bagus Nuari Harmawan berpendapat, apa yang terjadi di Desa Sambirejo tergolong unik. Desa selanjutnya bisa mengembangkan apa yang sudah ada saat ini dengan melakukan pemberdayaan ekonomi berbasis digital.

Menurut Bagus, identifikasi potensi yang ada di desa perlu dilakukan. Jika dianggap tak memiliki potensi alam, desa bisa menciptakan kreasi produk unggulan sesuai kemampuan warganya. Misalnya, produk kerajinan tangan, produk makanan, produk pertanian dan peternakan, produk budaya atau produk lainnya.