Rapor Merah Politik Dinasti Hasan-Tantri

2043

Jumlah tersebut terdiri dari belanja BBM/GAS pada 12 kecamatan dan 4 SKPD senilai Rp765.335 juta; belanja pemeliharaan peralatan dan mesin Kecamatan Sumberasih Rp13 juta; dan Belanja Barang dan Jasa (non BBM) Kecamatan Wonokerto Rp 329.248 juta.

“Selain itu, ada juga ketidaksesuaian pelaksanaan 12 paket pekerjaan pembangunan dan rehabilitasi gedung pada enam SKPD sebesar Rp1, 025 M,” ungkap Raymond.

Gizi Buruk dan Pengangguran Meningkat

Potensi korupsi bukanlah satu-satunya risiko yang timbul dari politii dinasti. Sejalan dengan itu, ragam kebutuhan rakyat juga dipastikan terabaikan. Pun demikian, kegiatan pemerintahan juga diyakini tak efektif.

Situasi tersebut juga terjadi di Kabupaten Probolinggo. Kucuran dana triliunan rupiah sejak dasarwarsa silam tak cukup efektif mengatrol posisi daerah ini dibanding daerah lain dalam hal peningkatan kesejahteraannya.

Baca Juga :   Pemkab Probolinggo Buka 399 Formasi CPNS, Ini Rincian Lengkapnya

Tingkat kemiskinan misalnya. Berdasar data Badan Pusat Statistik (BPS) Jatim, Kabupaten Probolinggo berada di urutan keempat sebagai daerah termiskin.

Begitu juga dengan Indeks Pembangunan Manusia (IPM). Daerah dengan luas wilayah sekitar 1,6 ribu kilometer persegi ini konsisten di urutan keempat paling buncit.

Secara umum, IPM Kabupaten Probolinggo memang mengalami peningkatan dalam kurun 2015-2020. Akan tetapi, peningkatan itu tak cukup mengatrol posisinya di provinsi ujung timur Pulau Jawa ini. Itu berarti, capaian IPM daerah ini tak lebih baik dari daerah lain. Bahkan lebilh buruk dibanding Kabupaten Bondowoso dan Sitibondo.

Penanganan pengangguran lebih buruk lagi. Merujuk data Kabupaten Probolinggo dalam angka 2020 yang diterbitkan BPS setempat, jumlah pengangguran terbuka mencapai 4, 86 persen.

Baca Juga :   Ini Kronologi dan Nama-nama di Pusaran Suap Wali Kota Setiyono

Jumlah tersebut meningkat lebih dari dua kali lipat dibanding 10 tahun lalu, ketika Hasan masih memimpin. Sebagai catatan, saat itu, jumlah pengangguran sebesar 2,02 persen (selengkapnya lihat grafis).

Laju kemiskinan di Kabupaten Probolinggo dalam beberapa tahun terakhir. Sumber: BPS.

Capaian kinerja Pemkab Probolinggo plus kasus korupsi yang mendera saat ini memantik perhatian Menteri Keuangan, Sri Mulyani. Melalui akun instagramnya, Sri Mulyani menyinggung anggaran yang dikucurkan ke Kabupaten Probolinggo dibandingkan dengan kemiskinan dan gizi buruk di wilayah setempat.

“Pada 2015, data stunting tercatat sebanyak 21,99 persen. Jumlahnya naik menjadi 34,04 persen pada 2019. Artinya, 3,5 anak dari 10 anak kurang gizi,” tulis Sri Mulyani pada 4 September lalu.

Lujeng Sudarto, Direktur Pusat Studi Advokasi Kebijakan, secara umum, kemiskinan dan gizi buruk pertihanya sebagian persoalan yang melingkupi Kabupaten Probolinggo saat ini. Di luar itu, masih banyak permasalahan yang menuntut untuk segera diselesaikan. Seperti sanitasi, buta huruf, hingga keterbukaan informasi publik.

Baca Juga :   Rawan Laka, Warga Tambal Jalan Berlubang di Mayangan dengan Sabut Kelapa

Berdasar rapor keterbukaan informasi yang diterbitkan Komisi Informasi Publik (KIP) Jatim, Kabupaten Probolinggo berada di urutan 29 dari 37 kabupaten/kota.

Buruknya kinerja Pemkab Probolinggo tak lepas dari gaya politik dinasti yang dikembangkan Hasan-Tantri. Untuk memperkuat pengaruhnya, mereka juga membangun pencitraan lewat media yang didirikannya.

Menurut Lujeng, Kabupaten Probolinggo sejatinya memiliki sumber daya alam yang melimpah. Dari pesisir hingga pegunungan. “Dan seyogyanya itu dapat dimanfaatkan untuk kemakmuran rakyatnya, bukan sebaliknya,” jelas Lujeng.

Terkait beberapa persoalan tersebut, WartaBromo berusaha meminta tanggapan kepada Yulius Cristian, kepala Dinas Kominfo setempat. Namun, saat dihubungi, yang bersangkutan tak merespons.