Mustahid, Local Hero yang Kelola Sampah hingga Hasilkan Maggot BSF

2058
MAGGOT BSF: Tedi Abadi Yanto dari Pertagas (dua dari kanan) melihat dari dekat budidaya maggot BSF bersama KSM dan awak media.

Usaha pembuangan sampah ke TPS (S) ini terus dilakukan Mustahid sendirian. Berjalan selama beberapa tahun. Upaya edukasi ke warga pun terus dilakukan. “Saya dulu pernah bilang ke warga, kalau sampean buang sampah di sungai, nanti bisa kena denda, lho. Dari situ, pelan-pelan warga menyadari. Dan akhirnya mau membuang sampah pada tempatnya,” tegasnya.

Yang membuat warga kian bersemangat, karena munculnya keranjang sampah yang disupport oleh PT Pertamina Gas (Pertagas). Keranjang sampah itu dibagikan ke rumah masing-masing warga. Awalnya, warga bertanya untuk apa keranjang (tong) sampah itu? Bayar apa gratis? Setelah dijelaskan jika tong sampah itu gratis dan bisa digunakan di masing-masing rumah, akhirnya para warga kian semangat.

Hal inilah yang kemudian membuat gerakan buang sampah kian membesar. Dari hanya puluhan KK dalam satu RT, kini sudah mencapai 10 RT. Jika dihitung warga yang mengikuti buang sampah sekitar 800 KK. Terbagi dalam dua dusun. Yakni, dusun Pelataran dan Dusun Sangangewu atau Sangewu.

Baca Juga :   Terdampak Pandemi, Manajer Mall di Bali Ini Bangkit berkat "Djajan Ndeso"

Tentu saja, usaha buang sampah ini tidak mungkin dikerjakan Mustahid seorang. Maka kemudian, atas inisiatif Pertagas, pihak desa kemudian membentuk BUMDes. Salah satu usahanya adalah pembuangan sampah warga.

“Sekarang petugasnya menjadi 4 orang, termasuk saya. Buang sampahnya pun tidak cukup sekali. Tapi satu hari bisa dua sampai tiga kali rit,” katanya.

Rupanya, usaha buang sampah yang diinisiasi Mustahid mampu menggerakkan orang lain atau bahkan lembaga desa. Namun, ada permasalahan terhadap sampah basah (organik). Misalnya sampah bekas nasi, jeroan ikan, sisik ikan, buah-buahan, sayuran dan seterusnya. Sampah jenis ini susah dimusnahkan. Dan pihak petugas TPA (Tempat Pembuangan Sampah Akhir) di wilayah Jabon tidak mau membuangkannya.

Baca Juga :   Menanti Jerat Penambang Ilegal yang Masih Bebas Melenggang

“Saya kemudian diajari orang Pertagas. Namanya Pak Syarif. Saya dikasih bibit untuk magot atau BSF. Saya awalnya ndak mengerti apa itu maggot BSF. Saya kemudian diajari cara budidayanya. Dari mana makanan maggotnya. Termasuk kami dibantu mesin dan dibangunkan kandang BSF oleh Pertagas,”  terangnya sambil menunjuk rumah mesin dan kandang maggot.

Sampah organik yang dikumpulkan Mustahid kemudian dipilah. Lalu, dimasukkan dalam mesin mencacah. Bahan sampah organik inilah yang kemudian menjadi makanan maggot. “Rakus sekali makannya,” selorohnya sambil menggenggam maggot di tangannya.

Sebagian lagi, sampah organik dimasukkan ke mesin lain untuk pembuatan pellet. Tentu dengan takaran air tertentu. Pelet dirasa cocok untuk pakan ternak dan ikan. Orang menyebutnya pelet sebagai maggot kering.

Baca Juga :   Serunya Berselancar Wisata di River Tubing Jumpinang

Maggot merupakan larva yang dihasilkan dari lalat berjenis Black Soldier Fly (BSF) atau lalat tentara hitam. Lalat jenis ini dianggap menguntungkan. Telur maggotnya tidak membawa bibit penyakit jika dimakan hewan lain. Bahkan, saat ini sudah menjadi budidaya yang bernilai ekonomis.

Budidaya ini cukup menggiurkan, jika dikelola dengan baik. Karena maggot BSF saat ini menjadi primadona. Pilihan peternak untuk makanan hewan piaraan. Mulai dari ikan, unggas, burung berkicau atau hewan pemakan maggot lainnya.

PELET: Mustahid bersama Edi menunjukkan produksi pakan berupa pelet yang kini sudah mendapat uji laboratorium.

BSF sendiri memiliki jargon: sustainable organic feed dan waste solution. Menjadi solusi atas persoalan sampah dan makanan organic berkelanjutan. Dikatakan berkelanjutan, karena sampah yang dihasilkan hampir tidak tersisa. Bahkan, saat ini, ada inovasi baru yang dikembangkan oleh Pertagas. Yakni, inovasi berupa pupa (cangkang) dari BSF bisa menjadi pupuk atau media tanam.