Mustahid, Local Hero yang Kelola Sampah hingga Hasilkan Maggot BSF

2058

“Kita juga ada inovasi baru. Sebelumnya hanya maggot saja. Sekarang maggot bisa dikombinasikan dengan sisik ikan. Dimana hasil produksinya lebih kaya protein yang bagus untuk budidaya perikanan,” tegas Tedi Abadi Yanto, Head Of External Relation East Region PT Pertagas.

Sempat Vakum Akibat Pandemi

Saat pandemi Corona-19 menggejala, hampir semua usaha terkena dampaknya. Tak terkecuali dengan budidaya Maggot BSF yang dikelola KSM. Jupri Untung, Ketua KSM yang membidangi sampah mengakui hal itu. Soal maggot pihaknya dari awal sudah mempercayakan budidaya ini kepada Mustahid.

Namun, saat pandemi terjadi pada 2020, aktivitas Maggot sempat vakum. Hal ini salah satunya karena Mustahid sendiri jatuh sakit. Ia sempat dirawat di RSUD Sidoarjo. Keluarganya pun khawatir jika dia terkena virus Corona. Meski ia mengakui masih  bisa merasakan makanan maupun membau.

Wis prei (libur dulu, red). Saya sudah ndak bisa memikirkan Manggot dulu. Wong saya sakit. Cuma apakah kena Corona atau tidak, saya ndak tahu. Karena belum dites waktu itu. Dan kebetulan ada saudara yang bekerja di Polda meminta agar saya pulang paksa saja. Dirawat di rumah saja,” ceritanya.

Baca Juga :   Terdampak Pandemi, Manajer Mall di Bali Ini Bangkit berkat "Djajan Ndeso"

Mustahid absen dari dunia persampahan dan maggot BSF sekitar dua bulanan. Ia ingin memulihkan kondisinya lebih dulu. Setelah dirasa sehat kembali, Mustahid pun terjun lagi. Ia tidak merasa kapok atau jijik terjun ke sampah lagi. Urus Maggot lagi.

Bahkan, ia mengaku sehabis sakit itu, ia kian bersemangat. Apalagi karena melihat perjuangan mengedukasi masyarakat agar tidak membuang sampah di sungai dirasa cukup berhasil. Pihaknya terus disemangati Pertagas agar tetap konsen mengembangkan usahanya.

Termasuk mengembangkan usaha membuat pakan Maggot berupa pelet. Pelet sudah dihasilkan dengan takaran plastik 10 kg. Saat ini, jika pellet dijual dengan harga rata-rata Rp 8.000 per Kg, maka dalam satu bungkus plastik saja bisa menghasilkan pundi rupiah senilai Rp 80 ribu.

Baca Juga :   Menanti Jerat Penambang Ilegal yang Masih Bebas Melenggang

Hanya saja, Mustahid masih ragu saat itu. Ia belum berani menjual ke masyarakat. Karena pelet yang mau dijual belum diuji laboratorium. Sehingga, kandungan nutrisi, protein dan seterusnya belum tercetak di cover plastik tersebut.

Namun, kini, hasil lab yang diharapkan Mustahid sudah terjawab. Pihak Pertagas melalui Tedi Abadi Yanto, Head Of External Relation East Region PT Pertagas, sudah menunjukkan laporan hasil uji lab.  Tertanggal 8 Oktober 2021.

Laporan tersebut berasal dari Badan Standardisasi dan Kebijakan Jasa Industri Balai Riset dan Standardisasi Industri Surabaya Laboratorium Pengujian dan Kalibrasi Baristand Industri Surabaya. Laporan tersebut ditandatangani Ardhaningtyas Riza Utami dan tertera dua jenis sample. Yakni, sample maggot kering dengan sisik ikan dan maggot tanpa sisik ikan.

Baca Juga :   Serunya Berselancar Wisata di River Tubing Jumpinang

“Saya pernah ditawari kelompok petani tambak agar bisa mengirimkan maggot sebanyak 1 kuintal per hari. Saya bilang, wah saya belum mampu. Nanti kalau ini sudah besar rumah maggotnya, saya siap,” tegasnya.

Usaha yang dijalani Mustahid  dan KSM menjadi siklus dan berkelanjutan. Mulai dari usahanya membuang sampah. Kemudian sampah organik dipilah untuk makanan maggot. Menghasilkan pellet untuk pakan ternak. Lalu, budidaya maggot BSF. Pupa dari BSF juga bisa untuk media tanam. Bahkan sisik ikan yang awalnya menjadi limbah juga bisa dibuat tepung, campuran dengan maggot. Hingga Mustahid saat ini mampu beternak ikan lele sendiri. Komplit!

“Akhirnya persoalan sampah organik bisa teratasi. Saya lega sekali. Terima kasih Pertagas,” katanya bangga. (aad)