Gandheng Renteng #11: Membaca Pasuruan Dalam 51 Karya Seni

1175
Salah satu yang menarik dari delapan karya drawing itu ialah gambar tugu Alun-Alun Kota Pasuruan yang berada di atas tempurung kura-kura. Si perupa seolah ingin mengatakan bahwa pembangunan Kota Pasuruan sangat lambat

Oleh: Amal Taufik

MENGAMBIL tema “Membaca Pasuruan”, pameran seni rupa Gandheng Renteng #11 mencoba mengeksplorasi persepsi lokalitas. Puluhan seniman menampilkan karyanya dengan beragam interpretasi tentang Pasuruan.

Hujan turun deras pada pembukaan pameran seni rupa Gandheng Renteng #11 yang digelar di gedung Uniwara, Kota Pasuruan, Sabtu (13/11/2021). Saya tiba di lokasi sekitar pukul 20.30 WIB dengan kaos dan celana agak basah tersiram hujan. Setelah mengisi semacam daftar hadir atau buku tamu di depan, saya masuk ke dalam.

Tepat di depan pintu masuk, bercokol sebuah sebuah lukisan berukuran cukup besar bergambar suasana jual beli di pasar. Warnanya cerah. Karya itu barangkali sengaja diletakkan di depan pintu masuk dengan tujuan, selain untuk menyambut pengunjung, juga menyiratkan bahwa ada beragam karya yang bisa dinikmati dalam pameran ini.

Baca Juga :   Mengerikan, Trailer ini Tabrak Kendaraan dan Gapura Desa Sentul Purwodadi

Kurator pameran, Zuhkhriyan Zakaria mengatakan, Gandheng Renteng #11 kali ini mengambil tema “Membaca Pasuruan”. Ada 51 karya yang disajikan dalam pameran ini, mulai lukisan hingga instalasi. Pameran ini merupakan pameran yang kedua kalinya selama pandemi.

Sebagaimana tema yang diusung, pengunjung bisa melihat simbol-simbol Pasuruan dalam karya-karya yang dipajang. Beberapa yang diungkapkan secara terang yaitu ikan, perahu, rebana, nelayan, hingga potret Kiai Abdul Hamid.

Ada satu lukisan wajah Kiai Abdul Hamid mengenakan surban warna putih dengan mata terpejam. Kemudian pada lipatan kain surban di bawah dagunya digambarkan ada lautan dan sebuah kapal yang seperti sedang terombang ambing oleh ombak.

Ada juga karya drawing berukuran kecil berjumlah delapan buah yang disusun sedemikian rupa dengan gambar berbeda-beda. Salah satu yang menarik dari delapan karya drawing itu ialah gambar tugu Alun-Alun Kota Pasuruan yang berada di atas tempurung kura-kura. Si perupa seolah ingin mengatakan bahwa pembangunan Kota Pasuruan sangat lambat.

Baca Juga :   Sambut Kemerdekaan, Gus Ipul Kibarkan Bendera di Laut Pasuruan

Delapan lukisan itu merupakan karya anak-anak didik Sanggar Seni Cuci Otak Rahmat Alam Pasuruan.

Jek—sapaan akrab Zuhkhriyan Zakaria—menyebut meski secara tema lebih menekankan lokalitas, namun tidak ada batasan bagi seniman dalam mengungkapkan persepsi, pengetahuan, refleksi, dan pengalaman hidupnya secara artistik tentang Pasuruan.

“Kita tidak buat tema yang sulit. Kalau tema pandemi, tampilannya bakal tidak menarik. Ini saja, meskipun kita pakai tema lokalitas, tetap ada saja karya yang mengangkat pandemi. Tidak masalah. Justru itu yang membuat karya lebih kaya,” ujarnya.

Beberapa karya yang ditampilkan di Gandheng Renteng #11 disebut sempat mengalami revisi. Sebabnya, karya-karya itu belum secara utuh memenuhi estetika sebagai karya seni. Menurut Jek, karya seni haruslah melampaui sekadar hiasan atau kerajinan tangan.

Baca Juga :   Pengamat Hukum Sebut Tes Akademis untuk Bacakades Penting

Kejadian menghapus dan mengubah sejumlah elemen di dalam karya mewarnai proses kurasi. Bahkan kurator juga sampai melakukan pendampingan kepada beberapa seniman selama proses revisi tersebut. Para kurator rupanya tak main-main dalam memilih karya. Seni rupa di Pasuruan memiliki kelasnya sendiri.

“Selain itu banyak juga yang akhirnya mundur,” kata Jek.

Namun di sisi lain, ada banyak juga karya-karya yang, menurut para kurator, tidak terduga. Beberapa seniman membuat ungkapan-ungkapan baru, pemaknaan baru, dan perspektif yang segar atas tema yang diusung. Sebut saja misalnya karya eksperimen musik, video art, dan beberapa yang lainnya.