Petani Tembakau Probolinggo Cemas Jelang Panen, Gudang Besar Belum Tunjukkan Komitmen Serapan

44

Probolinggo (WartaBromo.com) – Menjelang puncak panen raya tembakau, petani di Kabupaten Probolinggo kembali dihantui kecemasan.

Isu klasik soal minimnya serapan gudang kembali mencuat. Sejumlah gudang besar disebut-sebut enggan membeli hasil panen petani, seperti yang terjadi pada musim tahun lalu.

Situasi ini memicu keprihatinan serius dari Himpunan Kerukunan Tani Indonesia (HKTI) Cabang Probolinggo. Organisasi petani tersebut kini tengah bergerak cepat mencari jalan keluar agar hasil jerih payah petani tidak berujung kerugian besar.

“HKTI sangat berkepentingan agar panen raya kali ini tidak menjadi musibah ekonomi bagi petani. Tahun lalu, banyak gudang besar yang tidak menyerap hasil panen,” tegas Ketua DPC HKTI Probolinggo, Agus Salehhuddin, Rabu (18/6/2025).

Menurut Agus, pihaknya telah menyusun sejumlah langkah taktis, termasuk berdialog langsung dengan pabrikan dan pemerintah daerah.

Ia menekankan bahwa harga jual minimal harus berada di kisaran Rp60.000–Rp65.000 per kilogram, agar petani tidak tekor.

“Harga segitu sudah cukup untuk menutup biaya produksi. Tidak harus sampai Rp70.000, tapi jangan juga di bawah itu,” ujarnya.

HKTI juga menyoroti peran sejumlah pabrikan besar, terutama Gudang Garam, yang pada tahun lalu disebut tak menyerap tembakau lokal sama sekali.

Persoalan ini akan segera dibawa ke meja pembahasan bersama DPRD, Dinas Pertanian, DKUPP, serta asosiasi tembakau seperti APTI dan AKTI.

“Kita ingin tahu langsung, kenapa tidak menyerap? Dan bagaimana solusi konkret agar ini tidak terulang kembali,” kata Agus.

Soal kemungkinan aksi turun ke jalan jika tembakau kembali tak terserap, Agus memilih irit bicara. Namun ia memastikan bahwa “berbagai langkah strategis sudah disiapkan” oleh HKTI.

Dari sisi pemerintah daerah, Dinas Pertanian Kabupaten Probolinggo memastikan sudah melakukan pendataan sejak awal.

Kepala Dinas, Arief Kurniadi, menyebut data produksi menjadi acuan utama untuk mengantisipasi kemungkinan kelebihan panen yang tak terserap.

“Dari data luas tanam, estimasi hasil, dan kebutuhan gudang, kami bisa hitung berapa potensi kelebihan produksi dan segera cari solusi bersama,” kata Arief.

Ia menegaskan bahwa isu tembakau bukan semata tanggung jawab petani, melainkan kerja kolektif dari hulu ke hilir.

“Kita butuh sinergi dari petani, pemerintah, hingga industri. Jangan sampai petani selalu jadi pihak paling dirugikan,” ujarnya

Sementara itu, Dinas Koperasi, Usaha Mikro, Perdagangan, dan Perindustrian (DKUPP) Probolinggo menyiapkan strategi jangka panjang melalui penguatan Kawasan Industri Hasil Tembakau (KIHT).

Kepala DKUPP, Taufik Alami, mengungkapkan bahwa pihaknya berupaya menghidupkan kembali industri rokok kecil (IKM) yang sempat berjaya di era 1990-an. Saat itu, terdapat 85 IKM rokok yang menjadi penopang serapan tembakau lokal.

“Dulu mereka banyak menyerap tembakau. Tapi sekarang, karena tekanan regulasi cukai, mereka tak bisa bersaing,” jelas Taufik.

Kini, melalui skema KIHT, Pemkab berharap dapat mengaktifkan kembali sekitar 15 pabrik rokok kecil, masing-masing menyerap 20–30 tenaga kerja.

Jika seluruh unit berjalan optimal, potensi lapangan kerja langsung mencapai 300 orang, belum termasuk sektor distribusi.

Namun, diakui Taufik, prosesnya tidak semudah membalik telapak tangan. Persyaratan perizinan mendirikan koperasi rokok dinilai rumit dan menantang.

“Sudah ada yang mendaftar, tapi prosesnya memang tidak mudah. Kami terus bergerak, tidak tinggal diam,” katanya.

Dengan kolaborasi lintas sektor dan dorongan terhadap industri lokal, diharapkan krisis serapan tembakau tahun ini bisa dihindari. Namun hingga kepastian dari pihak pabrikan muncul, kecemasan petani belum juga reda. (saw)

Website with WhatsApp Message
Follow Official WhatsApp Channel WARTABROMO untuk mendapatkan update terkini berita di sekitar anda. Klik disini.