Antara Suku Tengger Dan Sarung

1314

Tosari (wartabromo) – Jika kita pergi ke daerah pegunungan di Pulau Jawa, biasanya kita akan menjumpai masyarakat sekitar memilih sarung sebagai salah satu pakaian keseharian guna mengusir hawa dingin. Pasalnya, selain modelnya yang sangat praktis juga bisa dipakai di bagian tubuh manapun.

Bagi masyarakat suku tengger di Pegunungan Bromo, sarung ternyata tak hanya digunakan sebagai pakaian pengusir dingin namun juga telah menjadi tradisi wajib yang dikenakan sebagai ciri khas tersendiri bagi masyarakat setempat.

Dalam tradisi tersebut, memakai sarung (Jawa : sarungan) memiliki cara dan kegunaan yang berbeda saat mengenakannya.

Jika digunakan untuk bekerja, maka sarung harus dikenakan dengan cara dilipat dua, kemudian disampirkan ke pundak bagian belakang dan kedua ujungnya diikat jadi satu. Cara tersebut dikenal dengan istilah Kekawung yaitu suatu cara yang dilakukan agar pengguna bisa bebas bergerak untuk mengambil air atau pergi ke pasar.

Namun jika pekerjaannya lebih berat seperti ke ladang dan pekerjaan berat lainnya, sarung harus dikenakan dengan cara sesembong yaitu dilingkarkan pada bagian pinggang kemudian diikatkan seperti dodot (di atas perut dan di bawah dada) agar tidak mudah terlepas.

Berbeda halnya jika sarung digunakan untuk bertamu maka penggunaan sarung harus lebih rapi yakni dipakai secara utuh hingga ke bagian pinggang seperti pada umumnya atau dikenal dengan istilah sempetan (Jawa : Sempretan ).

Hawa dingin yang menyelimuti kawasan penggunungan Bromo membuat sarung juga digunakan warga suku tengger sebagai kekemul yaitu disarungkan pada tubuh dan bagian atas dilipat menutupi kedua bagian tangan serta digantungkan di bagian pundak.

Sementara jika bepergian, biasanya sarung digunakan dengan cara disampirkan dipundak secara terlepas atau bergantung menyilang pada dada atau dikenal dengan sebutan Sengkletan.

Cara penggunaan sarung diikatkan di bagian belakang kepala kemudian dikerudungkan sampai menutupi seluruh bagian kepala hingga yang terlihat hanya mata dikenal sebagai Kekodong yaitu digunakan ditempat upacara atau kegiatan keramaian lainnya di malam hari.

Istilah penggunaan sarung khas suku tengger tersebut di atas, hampir secara turun-temurun sudah menjadi adat kebiasaan yang tetap dipegang teguh masyarakat suku tengger.

Bahkan, generasi muda suku tengger kembali memunculkan istilah Sampiran yaitu penggunaan sarung dengan cara disampirkan di bagian atas punggung sementara kedua bagian lubangnya dimasukkan pada ketiak dan disangga ke depan oleh kedua tangan.

(sumber : www.d16do.blogdetik.com / yog)