Tradisi Petolekoran Warga Gili Ketapang Saat Ramadhan

1969


Probolinggo (wartabromo.com) – Warga Pulau Gili Ketapang, Kecamatan Sumberasih, Kabupaten Probolinggo mempunyai kebiasan unik, yakni Tradisi Petolekoran. Tradisi ini dengan cara meninggalkan pulau untuk berbelanja selama sehari penuh di pertokoan di Kota Probolinggo, Selasa (12/6/2018).

Ya, pada 27 Ramadhan ini, ribuan warga Gili Ketapang serentak meninggalkan pulau. Mereka menuju pusat Kota Probolinggo untuk berbelanja kebutuhan Hari Raya Idul Fitri. Warga menggunakan puluhan kapal motor untuk menyeberangi 5 mil laut menuju pelabuhan Tanjung Tembaga Kota Probolinggo.

Dari pelabuhan Tanjung Tembaga, mereka kemudian melanjutkan perjalanan ke pusat Kota dengan menggunakan becak, ojek dan moda transportasi lainnya. Mereka pun menyerbu pertokoan dan pasar untuk berbelanja kebutuhan Hari Raya Idul fitri. Terutama belanja baju, sarung, celana dan perhiasan.

Baca Juga :   'Panitianya Gak Siap, Jangan Salahkan Warga'

Kebiasaan berbelanja ribuan warga ini dikenal nama Petolekoran (bahasa madura, red) karena selalu dilaksanakan pada tanggal 27 Ramadhan. “Ini sudah tradisi turun-temurun mas, sejak jaman nenek moyang dulu mas. Tiap Petolekoran kami berbelanja buat lebaran, kalau ombak besar ini kami sudah biasa mas,” kata Siti Khodijah, salah satu warga Gili Ketapang.

Buruknya cuaca itu diakui oleh Sumari, warga lainnya. Dimana sejak pagi hingga siang hari angin Gending bertiup kencang di perairan utara Probolinggo. Meski cuaca dalam keadaan kurang bersahabat, ribuan warga tetap nekat berangkat. Mereka yakin tidak akan terjadi apa-apa demi menjalankan tradisi nenek moyang tersebut.
“Kami tidak merasa cuaca buruk sebagai halangan untuk menjalankan tradisi nenek moyang ini. Sebab dengan melestarikan kebiasaan ini, kami yakin mereka yang telah meninggalkan kami akan berbahagia di alam sana,” ujar Sumari.

Baca Juga :   Menyingkap Sejarah Mata Air Umbulan

Kegiatan belanja kebutuhan lebaran ribuan warga Pulau Gili Ketapang ini, bisa ditemui setiap tahunnya di Kota Probolinggo. Mengingat tradisi tersebut telah berlangsung sejak lama, dilakukan secara turun-temurun oleh penduduk Pulau Gili Ketapang. (fng/saw)