Industri Farmasi Ikut ‘Sakit’ Imbas BPJS Kesehatan Defisit

3156

Terkait keputusan perusahaan yang merumahkannya, Nasihin hanya bisa pasrah. Ia hanya berharap krisis keuangan yang terjadi di BPJS bisa segera pulih. Dengan begitu, ia dan puluhan rekannya yang lain bisa kembali bekerja. “Untungnya meski dirumahkan, gaji pokok tetap dibayarkan seperti biasa. Ya merasa eman (kasihan) dengan pabrik. Kasihan teman-teman juga yang masih muda-muda itu,” ujar bapak tiga anak ini.

Cerita sedikit berbeda datang dari PT Kimia Farma. Cooporate Secretary, Ganti Winarno mengatakan, imbas dari macetnya tagihan obat, pihaknya kini berusaha mencari dana talangan dari pihak ketiga (perbankan). Dengan begitu, proses produksi tetap bisa berjalan seperti biasa. “Kami juga terus berkoordinasi dengan BPJS agar piutan bisa cair di 2018 ini,” terang Ganti via percakapan WhatsApp.

Di sisi lain, industri farmasi bukan satu-satunya pihak yang dipaksa melakukan rasionalisasi sebagai buntut atas macetnya klaim keuangan. Pihak rumah sakit pun demikian. Meski mengklaim tidak sampai memangkas pelayanan kepada publik, rumah sakit mereset ulang prosedur pelayanan pasien BPJS Kesehatan.

Baca Juga :   Kabupaten Pasuruan Jadi Tuan Rumah, MTQ Jawa Timur ke - 27 Resmi Dibuka

RSUD Bangil misalnya. Buntut dari defisit keuangan BPJS Kesehatan itu, pihaknya harus menata ulang manajemen pelayanan kepada pasien. Sebut saja pelayanan fisioterapi. Jika sebelumya pelayanan ini bisa dilakukan hampir tanpa batas, saat ini dijatah hanya 8 kali. “Itu untuk satu periode pengobatan. Jika lebih, si pasien harus bayar sendiri, sesuai permintaan dari BPJS,” kata Humas RSUD Bangil, Ghozali.

Ghozali tidak ingat secara pasti berapa klaim yang belum dibayar BPJS hingga saat ini. Namun, merujuk data BPJS Kesehatan Pasuruan, hingga November ini, tagihan yang jatuh tempo dan belum terbayar mencapai Rp 26.194.692.376.

Diketahui, cikal bakal program jaminan kesehatan secara nasional ini sejatinya sudah berlangsung lama. Yaitu dimulai dengan terbitnya Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJKN) silam.

Baca Juga :   Pabrik Pakan Ternak Minta Waktu 3 Bulan Perbaiki Sistem Limbah

Menindaklanjuti UU tersebut, Menteri Kesehatan menerbitkan surat keputusan bernomor 1241/MENKES/SK/XI/2004 dan Nomor 56/MENKES/SK/II/2005. Isinya, menugaskan kepada PT. Askes sebagai penyelanggara program jaminan kesehatan masyarakat miskin (PJKMM/ASKESKIN).

Belakangan, beberapa aturan itu diperbarui dengan menerbitkan UU Nomor 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS). Pada UU ini pula, pemerintah mengubah PT. Askes sebaga pelaksana program jaminan sosial bidang kesehatan, sebelum akhirnya mengubahnya menjadi BPJS Kesejatan.

Prinsip gotong royong sehingga terjadi subsidi silang antara warga menjadi prinsip dalam program ini. Bentuknya, adalah dengan membayar iuran oleh setiap warga negara. Dengan begitu, akumulasi iuran dari mereka yang sehat bisa dipakai untuk membantu membiayai pengobatan yang tengah sakit.

Mengutip data yang terpublish di laman bpjs.go.id, sampai 1 November 2018 ini, jumlah peserta BPJS mencapai 205.071.003 orang. Rinciannya, kategori penerima bantuan iuran (PBI) sebanyak 92.305.191; PPU APBD sebanyak 17.179.996; PBPU-Pekerja Mandiri sebanyak 30.421.103; kemudian 5.134.578.

Baca Juga :   Warga Nganjuk Jadi Korban Tabrak Lari di Jalur Pantura

Untuk melayani ratusan peserta itu, BPJS telah menggandeng 27.105 fasilitas layanan kesehatan. Dari angka itu, Puskesmas adalah yang paling banyak dengan jumlah 9.909 puskesmas. Kemudian, klinik pratama 6.466 titik; dokter praktik atau perseorangan, 5.292; rumah sakit 2.218 titik; dokter gigi, 1.219; optik, 1.086; apotek PRB dan kronis, 653; klinik utama 238; rumah sakit kelas D Pratama, 24.

Sepanjang tahun lalu, tercatat 223,4 juta layanan telah dilayani BPJS. Rinciannya, layanan tingkat I (pertama) sebanyak 150,3 juta; kemudian layanan poli/rawat jalan sebanyak 64,4 juta; serta layanan rawat inap sebanyak 8,7 juta. Atau, jika dibikin rata-rata, sekitar 612,53 setiap harinya dalam setahun.
Sebanding dengan itu, di tahun yang sama, BPJS juga berhasil mengumpulkan iuran sebesar Rp 74,25 trilun.