Cerita “Ndan Arsal” soal Keamanan di Lumajang

1688
“Kata rekan saya di Jakarta pun, Lumajang terkenal jadi Kota Begal. Serem cap-nya,”

Laporan : Maya Rahma

PAGI itu, redaksi wartabromo bertemu dengan Kapolres Lumajang yang baru saja bertugas selama 2 bulan-an. Dari awal mengatur janji, redaksi sudah menyangka kalau AKBP Arsal Sahban, sosok yang ramah. Meski kami tidak menyangka dapat bertemu dan akhirnya ngobrol begitu lama tentang berbagai persoalan.

Kami berbicara banyak, tidak jauh-jauh dari topik keamanan di Kabupaten Lumajang. Kapolres bercerita, ada 3 permasalahan yang jadi “momok” di Lumajang, semenjak Ia menjejakkan kaki di Kota Pisang itu. Mulai dari kasus tambang pasir, begal, hingga pencurian sapi.

“Kata rekan saya di Jakarta pun, Lumajang terkenal jadi Kota Begal. Serem cap-nya,” ceritanya.

Ia tak gentar. Mulai awal, Arsal berniat blusuk-an ke berbagai daerah, bahkan ke pelosok Lumajang, sampai menemukan 3 masalah itu, beserta solusinya. Katanya masih uji coba, berhasil apa tidak jika diterapkan.

Baca Juga :   Cari Pekerja Asing Ilegal, Imigrasi Malang Sisir Pabrik Pengolahan Plastik

“Pertama tambang pasir, belum ada 1 minggu saya disini, sudah ada penutupan jalan. Konflik sosial. Langsung saya datangi. Saya minta jangan sampai ada intimidasi terhadap masyarakat sana kepada anggota saya,” jelasnya.

Permasalahan itu pun akhirnya didiskusikan, antara Pemkab, warga dan penambang pasir hingga menemukan solusi bahwa pengusaha pasir akan membuat jalan sendiri. Jalan ini nantinya melintasi pinggiran sungai, dan tidak melewati perkampungan. Sudah beres. Sekarang proses pembangunan jalan.

Baca Juga : Hindari Konflik, Pengusaha Pasir Lumajang Bangun Jalan di Tepian Sungai

Masalah kedua dan ketiga yang menjadi momok warga adalah Begal dan pencurian sapi. Bukan hanya di Lumajang, daerah lain seperti Pasuruan dan Probolinggo juga merasakan hal yang sama sebenarnya. Arsal pun mencari solusi dengan datang ke berbagai tempat. Salah satunya di Sukosari, Jatiroto.

Baca Juga :   Memahami "Kota Layak Anak"

“Ini Desa Sukosari daerah rawan, masuk zona merah juga. Katanya begal 3-4 kali terjadi dalam sehari. Pencurian sapi, ya sering juga disini.” lanjutnya.

Kata Arsal, masyarakat sebetulnya yang paling mengetahui bagaimana permasalahan hingga solusi di daerahnya. Sampai pada akhirnya, terbentuklah Satgas Keamanan Desa. Satgas ini diadopsi dari warga Sukosari yang awalnya masuk dalam daerah rawan, sekarang sudah aman. Ia pun memanggil Kapolsek, se Kabupaten Lumajang. Diminta belajar ke Desa itu.

Satgas tersebut beranggotakan 50 orang yang berasal dari Desa tersebut. Mereka dilengkapi dengan rompi, Handy Talky, hingga kemampuan beladiri. Tugasnya keliling, “ngobrak-ngobrak” petugas Siskamling yang stasioner berjaga. Semua dana dibiayai dana desa.

“Kata orang Desa, ngapain jalannya dibangun bagus-bagus kalau Cuma buat jalannya begal. Mending dibuat ini (keamanan desa, red). Supaya warga tenang,” cerita Arsal saat bertanya ke pelopor Satgas ini.

Baca Juga :   BLH dan Polisi Uji Emisi Acak Kendaraan yang Melintas di Bangil

Ia pun memberikan penghargaan kepada Kepala Desa dan warga dengan hal kreatifnya itu. Hal ini juga diajukan ke Bupati Lumajang, untuk kerjasama membuat masyarakat aman.

“Kalau satu desa saja tiap kecamatan membuat satgas seperti ini, berarti akan terbentuk 1050 personil keamanan swakarsa se-Lumajang, sehingga ruang pelaku kejahatan akan semakin kecil,” katanya lagi.

Baca juga : Ini Terobosan Lumajang, Tumpas Begal hingga Maling

Terakhir masalah pencurian sapi. Ia dan jajarannya mencoba menemukan sesuatu yang baru. Satu diantaranya membuat rantai kaki sapi. Meski kakinya dirantai, masih disediakan ruang supaya sapi bisa makan atau beraktifitas lain. Namun, jika dicuri, maling akan kesulitan membawanya. Ide ini masih digodok katanya.