Manfaatkan “Katup Gadis”, Siasat Petambak Garam Probolinggo di Musim Hujan

1193
Musim hujan menjadi momok bagi petani garam di seluruh Indonesia. Berbeda dengan kebanyakan petambak garam lainnya, di Kabupaten Probolinggo petambak masih berpoduksi, memanfaatkan metode buka tutup garam jadi super (Katup Gadis).

Sundari Adi Wardhana, Probolinggo

SISTEM Katup Gadis (Buka Tutup, Garam Jadi Super) beroperasi dengan cara memanfaatkan terpal plastik. Lahan tambak garam dilapisi dengan terpal untuk bagian bawahnya. Kemudian, di atasnya diberi penyangga sebagai tempat terpal lain menutup lahan dibawahnya. Jadi kalau lagi terik, terpal yang diatas dibuka. Tetapi jika hujan datang, maka terpal itu digunakan sebagai penutup garam yang masih dalam hamparan.

“Ya meski musim hujan, kami tetap berpoduksi. Itulah nilai tambah dari inovasi ini,” kata Suparyono, Ketua Kelompok Petambak Garam Kalibuntu Sejahtera.

Jadi, kata Suparyono, ada dua alasan yang melandasi ketika berinovasi dengan sistem ini. Pertama, percepatan produksi yang tidak dipunyai sistem lainnya. Yang kedua, adalah kualitas garam yang dihasilkan, lebih putih mengkristal.

Baca Juga :   10 Kecamatan di Kabupaten Pasuruan Rawan Kekeringan

Inovasi Katup Gadis asal Desa Kalibuntu, Kecamatan Kraksaan, Kabupaten Probolinggo, menjadi juara I Inovasi Teknologi Award Provinsi Jatim tahun 2018. Inovasi itu menerapkan sistem buka tutup (On-Off System) dalam Rumah Produksi Garam (RPG) yang dikembangkan oleh petambak garam Kalibuntu Sejahtera.

Teknologi ini, dikembangkan sejak 2016 lalu, lewat sejumlah pelatihan. Seiring dengan kegagalan petambak garam berproduksi pada musim hujan. Meski sudah menerapkan sistem terpal atau teknologi geo membrane sebagai meja kristalisasi air garam. Awalnya hanya sepetak lahan, tak lebih dari 4×10 meter. Setahun berikutnya, mulai melakukan uji coba dan hasilnya cukup bagus.

“Inovasi ini melindungi tambak garam dari hujan yang dapat turun sewaktu-waktu dan merusak tambak. Saat hujan turun, tambak akan ditutup. Kemudian setelah hujan reda, tutup kembali dibuka. Dengan demikian, garam bisa terlindungi dari hujan. Kalau sudah kena hujan, tambak garam jadi rusak semua,” ujanya.

Baca Juga :   Bunuh Remaja di Ujung Pelabuhan Kota Pasuruan, Penjual Bakso Dikenai Pasal Berlapis

Dengan kata kunci “terlindungi” itu, kemudian di awal tahun 2018, diterapkan oleh Kelompok Petambak Garam Kalibuntu Sejahtera pada lahan dengan ukuran 4×30 meter. Dengan mengaplikasikan teknik ini, mampu menghasilkan garam sebanyak 3 ton dalam 10 hari di musim kemarau. Sementara pada musim penghujan, selama 10 hari mendapat 2 ton garam.

Hasil produksi itu, ternyata secara kuantitas dan kualitas lebih bagus dibanding teknik terpal. Sebab pada pukul 07.00 WIB, garam sudah mengkristal, lebih cepat 3 jam dibanding teknik terpal. Apalagi jika dibandingkan dengan teknik tradisional, yang bahkan tak bisa produksi jika musim hujan. “Rencananya tahun ini, ada lahan seluas 500 meter persegi yang akan menggunakan sistem Katup Gadis ini,” ungkap Suparyono.

Baca Juga :   Seniman Pasuruan Timur Bergerak, Pameran Seni Rupa Kuas Pati's Resmi Dibuka

Kepala Dinas Perikanan Kabupaten Probolinggo, Dedy Isfandi berencana memperluas penerapan inovasi itu. Selain di Desa Kalibuntu, saat ini sudah ada 2 kelompok Pemberdayaan Usaha Garam Rakyat (Pugar) di Kecamatan Gending yang sudah menerapkan. “Inovasi ini sangat aplikatif, karena tidak memerlukan biaya besar dan bersifat adaptif. Pelan-pelan, diterapkan ke sentra garam lainnya di Kabupaten Probolinggo,” tutur Dedy.

Untuk itu Diskan menganggarkan Rp 100 juta untuk biaya penerapan model (Katup Gadis). Anggaran tersebut digunakan untuk melakukan sosialisasi dan pembinaan kepada petani garam. Termasuk meningkatkan fasilitas penunjang produktivitas petani garam. “Kami juga akan menambah geoisolator bagi petambak garam yang membutuhkan. Sehingga dengan sarana tersebut, target yang ditetapkan Pemkab Probolinggo bisa tercapai,” ungkapnya.