Menengok Desa Tegalrejo, Kampung Bawang Goreng

3432

Probolinggo (wartabromo.com) – Kabupaten Probolinggo dikenal sebagai salah satu penghasil bawang merah di Indonesia. Meski begitu, harganya yang fluktuatif membuat petani mati kutu. Menyiasati itu, warga Desa Tegal Rejo, Kecamatan Dringu, mengolah bawang merah menjadi aneka camilan.

Beginilah kesibukan ibu-ibu rumah tangga di RT 02 RW 03 setiap harinya. Mereka tampak sibuk mengupas bawang merah yang ada dihadapannya. Tangan mereka sangat lincah membersihkan kulit uar bawang Biru Lancor, bawang varietas unggul Probolinggo. Sesekali mata mereka berair karena aroma pedas bawang merah.

Bawang-bawang merah yang telah dikupas itu, nantinya akan dirajang kecil. Rajangan itu kemudian dicampur tepung bumbu, sebelum memasuki wajan penggorengan. Dengan api sedang, rajangan bawang merah digoreng hingga berwarna keemasan. Baru setelah itu, diangkat dan ditiriskan sebelum dikemas. Pasca ditiriskan, olahan bawang merah ini dikemas dalam berbagai ukuran siap saji.

Baca Juga :   Adjib Hari Ini Ditetapkan Jadi Bupati-Wakil Bupati Pasuruan Terpilih
Ibu rumah tangga mengupas bawang goreng. (Foto : Sundari AW)

Ibu-ibu ini merupakan anggota dari UKM Dua Putri Sholehah. Ada sedikitnya sekitar 120 warga, terutama ibu-ibu rumah tangga (IRT) yang terlibat dalam pemberdayaan ini. Baik sebagai pengupas, tenaga pengemasan, penggorengan, maupun penjualan. Dari jumlah itu, sekitar 95% merupakan IRT dengan usia produktif (usia 20-50) dan tidak produktif (usia 51-80 ).

Pemberdayaan itu sudah berlangsung sejak 2009 silam. Jika pada awalnya hanya fokus pada bawang goreng sebagai andalan. Kini Dua Putri Sholehah memperluas ragam olahan bawang. Saat ini, sudah mempunyai 5 diversifikasi olahan bawang merah. Yakni bawang goreng, camilan bawang, sambal bawang, krupuk bawang dan kue bawang.

Menurut Nurul Khotimah, pelopor pemberdayaan, aneka olahan bawang merah itu bermula dari anjloknya harga bawang merah saat panen raya.

Baca Juga :   Warga Brabe Resah Dengan Aktivitas Galian C

“Sadar dengan potensi bawang merah, kami kemudian menginisiasi olahan bawang. Awalnya hanya bawang goreng, karena yang ada diminset kita, olahan bawang itu ya pasti bawang goreng. Kemudian berkembang sesuai dengan visi-misi untuk memberdayakan masyarakat,” ujarnya, Minggu (7/4/2019).

Jika pada awalnya hanya melibatkan 4 orang warga dengan kapasitas produksi hanya 3 kg sehari. Kini sudah melibatkan seratusan warga dalam sehari mampu menghabiskan 3 kuintal bawang merah. Dengan omset rata-rata Rp 60 juta per bulan.

Berkembang pesatnya usaha ini, tak terlepas dari pola pemberdayaan yang dibangun dengan masyarakat sekitar. Mereka tidak perlu meninggalkan tugas utamanya sebagai IRT. Namun mendapat pemasukan bagi ekonomi keluarga.

“Iya, ibu rumah tangga ndak kerja. Ndak menggangu keluarga, kan habis masak bisa merawat anak dulu, baru anaknya berangkat sekolah dan suami berangkat kerja, baru ngupas,” tutur Winda Nuria, salah satu pengupas bawang merah.

Baca Juga :   Dianggap Tradisi Kearifan Lokal, Pengamanan Haul Kyai Hamid Harus Santun dan Humanis

Produk UKM dengan merek Hunay ini, kini bisa didapat di sejumlah toko, pasar tradisional dan toko modern. Tak hanya di Probolinggo saja, melainkan sudah merambah luar daerah. Bahkan, melalui pihak ketiga, sudah diekspor ke berbagai negara, antara lain Korea, Jepang, Taiwan dan negara Timur Tengah sejak 2018. (saw/saw)