Soal Beslah Buku Aidit, Front Nahdliyyin Probolinggo : Polisi Harus Melek Buku

3824

Probolinggo (wartabromo.com) – Penyitaan buku D.N Aidit oleh polisi mendapat kritikan keras dari aktivis Front Nahdliyyin Probolinggo, Muhammad Al-Fayyald. Ia menyebut polisi kurang baca dan kurang update produk hukum di Indonesia.

“Penyitaan buku itu menunjukkan bahwa pihak kepolisian tidak ramah dengan buku, dan saatnya lebih melek dengan dunia perbukuan. Kalau itu dilarang, bagaimana sajian tulisan yang ada di internet. Itu malah lebih mengerikan,” kata Fayyald, Selasa (30/7/2019).

Pria yang akrab disapa Ra Fayyald itu mengatakan, sejauh ini tidak ada dasar dan aturan legalitas penangkapan pada orang yang membaca atau mengoleksi buku-buku terkait sejarah kaum kiri, isu 65, atau buku-buku biografi tokoh kiri.

Baca Juga :   Gara-gara Buku Aidit, Dua Penggiat Vespa Literasi Diciduk Polisi

Apalagi Mahkamah Konstitusi pada 2010 yang mencabut Undang-Undang Nomor 4/PNPS/1963 tentang Pengamanan terhadap Barang-Barang Cetakan yang Isinya Dapat Mengganggu Ketertiban Umum.

Indonesia merupakan negara demokrasi, membolehkan siapapun, terutama mahasiswa untuk mempelajari dan membaca buku-buku sejarah. Baik soal komunis maupun buku kiri yang lain. Tujuannya itu untuk menambah wawasan. Bahkan, lanjutnya, dalam diskusi apapun, buku wacana macam itu boleh dijadikan bahan diskusi.

“Bahkan, pernah saya baca di salah satu media nasional, yang menyatakan kritik pedas pada buku tentang tokoh Aidit itu. Sekarang semua orang, bisa menilai Indonesia ini dari segi manapun,” tutur penulis ‘Dekonstruksi Jacques Derrida’ ini.

Alumnus Filsafat Kontemporer dan Kritik Kebudayaan di Université de Paris VIII (Vincennes-Saint-Denis), Prancis itu mengatakan, buku-buku tersebut sudah selayaknya dikonsumsi oleh publik, terutama pada kalangan mahasiswa. Sebagai warga NU, ia tidak khawatir buku-buku tersebut akan menjerumuskan para mahasiswa terkait faham komunis yang masih menjadi momok di Indonesia.

Baca Juga :   Selesai di Polisi, Buku Aidit Kini Berpindah Tangan ke MUI

“Jadi intinya, polisi itu belum membaca buku itu sebelum membaca. Padahal di Malang, atau di Yogyakarta, buku macam itu banyak beredar dan menjadi bahan diskusi,” tandas Ketua Front Nahdliyyin Probolinggo ini.

Sebagaimana diwartakan sebelumnya, Polsek Kraksaan mengamankan 2 anggota Komunitas Vespa Literasi di Alun-alun Kota Kraksaan. Mereka adalah Muntasir Billah alias Momon (24), warga Desa Jati Urip, Kecamatan Krejengan dan Saiful Anwar (25), warga Desa Bago, Kecamatan Besuk, Kabupaten Probolinggo. Sebab mereka menggelar buku-buku karya D.N Aidit, tokoh PKI.

Buku-buku D.N. Aidit yang dibeberkan pada lapak gratis itu antara lain berjudul Dua Wajah Dipa Nusantara, Menempuh Djalan Rakjat, D.N Aidit ‘Sebuah biografi ringkas’. Serta buku dengan judul Sukarno, marxisme & leninisme karya Peter Kasenda. Oleh polisi, 2 pegiat literasi dilepas, sedangkan bukunya disita. (saw/saw)