Douwes Dekker-Irawan Soejono, Duo Pahlawan Berdarah Pasuruan yang “Tertukar” (1)

3222

Disana ia menulis buku sejarah Indonesia. Menurutnya, Sejarah adalah sarana pembangkit kesadaran persatuan dan kebangsaan yang efektif. Selepas itu, ia menjadi pimpinan di sebuah sekolah yang ia ubah menjadi Schoolvereeniging Het Ksatrian Institut. Kurikulum sekolah ini mengutamakan budaya lokal dan Indonesia, dengan bahasa pengantar bahasa Indonesia. Ia menginginkan siswa-siswanya menjadi “ksatria yang mengutamakan kebenaran dan keadilan daripada kepentingan sendiri,” tulisnya.

Lagi-lagi, Douwes Dekker harus berurusan dengan penjara, kali ini yang paling parah. Karena hubungannya dengan Mohammad Husni Thamrin, membuatnya dianggap dekat dengan Jepang. Ia ditangkap dan dipenjaran di Ngawi, Jawa Timur. Menurut Ricklefs, Douwes Dekker menjabat sebagai sektretaris Kamar Dagang Jepang. Tatkala Belanda bersiap menghadapi perang dunia, pertama-tama yang dilakukan adalah pembersihan pengacau potensial. Dalam hal ini, Dekker termasuk dalam “pengacau” tersebut.

Baca Juga :   Nama Pemuda asal Pasuruan Ini Dipakai Nama Jalan di Belanda, Siapa Dia?

Lalu pada Januari 1942, bersama tahanan lain, DD dibuang ke Suriname sampai akhirnya dipindahkan ke Amsterdam pada tanggal 7 agustus 1946. Ia mendengar bahwa Indonesia sudah merdeka. Betapa terharunya ia mendengar kabar yang sejak lama ia cita-citakan.

Awal 1947, atas bantuan seorang teman, DD berhasil kembali ke Indonesia. Ia langsung menuju Jogjakarta untuk menemui Sukarno, Presiden Indonesia sekaligus kawan pergerakannya.

“Soekarno menyambutku dengan hangat, ia memelukku, ia berkata, selamat datang Nes (panggilan akrab DD), tiap kali aku berhadapan dengan Anda, Nes, Saya selalu merasa kecil,” tulisnya dalam narasi buku Douwes ‘Nes’ Dekker.

Presiden Sukarno lalu mengangkatnya sebagai Sekretaris Politik, lalu juga diamanahkan sebuah jabatan Dewan Pertimbangan Agung (DPA). Dekker juga dipercaya sebagai Menteri Negara dalam kabinet Sjahrir III sejak I Mei 1947. Dalam perundingan dengan Belanda, ia termasuk delegasi dalam perjanjian Renville.

Baca Juga :   Peduli Pahlawan, Pemuda Pasuruan Upacara di Makam Untung Suropati

Sungguh disayangkan, di umurnya yang sudah tua, DD ikut ditangkap oleh Belanda dalam Agresi Militer II (19-20 Desember 1948). Juni 1949, ia dibebaskan, dan tinggal di Bandung sampai akhir hayatnya. Douwes Dekker meninggal pada 28 Agustus tahun 1950, dimakamkan di Taman Makam Pahlawan Cikutra Bandung, seperti dikutip dari situs perpustakaan nasional.

Sebelas tahun setelah ia tutup usia, Sukarno memberinya gelar Pahlawan Nasional. Seperti dikutip dari Tirto.id, Dekker ditetapkan sebagai pahlawan pada 9 November 1961, melalui Surat Keputusan Presiden Republik Indonesia nomor 590 tahun 1961. (Bersambung/asd)