Bu Yayuk, Guru Honorer SMP 5 Satap Sumber yang Nggandol Pikap Sayur agar Bisa Mengajar

1260

“Jadi semacam ada hiburan begitu. Baru mereka, anak-anak itu mau sekolah. Karena memang saat baru buka, masyarakat sekitar tidak menganggap sekolah sebagai hal penting,” kenangnya.

Dari 2011 sampai 2016, Bu Yayuk mendapat honor sebesar Rp150 ribu per bulan. Itupun pencairannya menunggu BOSDA. Tahun 2017, SK Bupati Probolinggo diterima Bu Yayuk. Mulai saat itulah, gajinya perlahan naik bertahap. Dari Rp150 ribu menjadi Rp750 ribu, dan hingga kini mencapai Rp1,3 juta per bulan.

Kisah ‘nggandol’ pikap sayur yang dijalani Bu Yayuk, sempat sampai ke telinga Bupati Probolinggo, Puput Tantriana Sari. “Bahkan saat itu sempat ditanya, mau turun bu? Tapi saya jawab tidak. Karena saya sudah terlanjur cinta dan senang berada di sana (SMP 5 Satap),” ungkapnya.

Baca Juga :   Benarkah Ada Pengangkatan Guru Honorer Tanpa Tes CPNS? Begini Penjelasan BKN

Bagi Bu Yayuk, mengajar di pelosok Kabupaten Probolinggo bukan hanya soal pekerjaan. Tetapi juga bicara soal cinta. Keluarga besarnya sebenarnya sempat menentang pekerjaan yang digelutinya. Selain karena ia seorang perempuan, alasannya apalagi kalau bukan karena lokasinya yang jauh terpencil.

Diakui, keluarga sangat khawatir. Terlebih almarhum kakak pertamanya. Namun ditegaskannya, susah, senang, sengsara, dan sedih, seluruhnya ada pada dirinya. Bu Yayuk hanya meminta doa restu sang ibu, untuknya agar bisa lancar, selamat, dan amanah dalam menjalani pekerjaannya. “Alhamdulillah, sampai sekarang tidak pernah terjadi apa-apa pada saya,” ujarnya.

Selama mengajar di sekolah itu pula, Bu Yayuk bertemu belahan jiwanya. Tepatnya pada 2015, Bu Yayuk kenal dengan suaminya saat ini, Sunarto.

Baca Juga :   Guru Honorer K2 dan Sukwan di Pasuruan Akan Diberi Tambahan Insentif

Saat itu sang suami berprofesi sebagai sopir angkutan sayur, yang biasa ia tumpangi. Hubungan itu akhirnya berlanjut, sampai pada 2017, keduanya memutuskan untuk menikah. Bertepatan dengan turunnya SK Bupati untuknya.
Saat ini ia tinggal di Perumahan Porong, Kelurahan Sumberwetan, Kecamatan Kedopok. Keduanya belum dikaruniai buah hati.

Dalam menjalani profesinya sebagai guru, Bu Yayuk memegang teguh rasa cinta. “Sebab jika sudah cinta dan senang, itu susah mau lepas. Apapun akan dijalani. Biar menurut orang di sana itu jauh dan medannya susah, saya tetap berangkat bekerja mengajar,” ucapnya.

Kebiasaan “nggandol” pikap sayur pun hingga kini masih dilakoni. Selama masa pandemi Covid-19, dalam seminggu ia mengajar ke sekolah tiga kali. Di sekolah, ia menyiapkan tugas dan materi untuk murid-muridnya. Lalu dibawa pulang, dan dikumpulkan kembali beberapa hari kemudian. Sebelumnya, ketika masih dalam kondisi normal atau sebelum pandemi covid19, Bu Yayuk mengajar selama seminggu penuh. Dari Senin sampai Sabtu.

Baca Juga :   Kini, 50% Dana BOS Bisa Digunakan Untuk Gaji Guru Honorer

Momen paling menegangkan baginya adalah ketika ujian berlangsung. Bu Yayuk harus berangkat lebih pagi dari biasanya. Jika hari normal berangkat dari rumah sekitar pukul 05.30 WIB, saat ujian harus berangkat sekitar pukul 02.30 WIB dinihari. Agar bisa sampai di sekolah tepat pukul 07.00 WIB.

Pada generasi muda, guru honorer di pelosok Kabupaten Probolinggo ini berpesan agar tidak patah semangat. Menjalani profesi dengan cinta dan sukacita, tentu akan membuahkan hasil yang baik pula. (*)

(ono)