Duh, Insentif untuk Nakes Covid-19 Malah Dikepras hingga 50 Persen

1131

 

Pasuruan (WartaBromo.com) – Tenaga kesehatan yang terlibat langsung penanganan Covid-19 sepertinya harus lebih bersabar.

Betapa tidak, di tengah kerja keras menangani Covid-19, pemerintah justru memutuskan untuk mengurangi tunjangan insentif hingga 50 persen.

Kepastian adanya pengurangan besaran insentif itu terungkap dari jawaban Menteri Keuangan atas surat yang dikirim Kementerian Kesehatan sebelumnya.

Sebelumnya, melalui surat bernomor KU.01.01/Menkes/62/2021 tertanggal 21 Januari 2021, Kementerian Kesehatan meminta Kemenkeu memperpanjang pemberian insentif bulanan dan santunan kematian bagi tenaga kesehatan yang terlibat penanganan Covid-19.

Pada akhirnya, permohonan itu disepakati Kementerian Keuangan (Kemenkeu). Dalam surat yang diterbitkan awal Februari lalu itu, Menteri Keuangan, Sri Mulyani menyetujui perpanjangan pemberian insentif tersebut.

Baca Juga :   Dukung Pariwisata, Pemkab Pasuruan Terima Hibah Rp 10 Miliar

Hanya saja, berbeda dengan sebelumnya, besaran insentif yang diberitan turun drastis dibanding tahun sebelumnya. Bahkan, hingga 50 persen.

Sebagai catatan, pada SK Kemenkeu No 15/KM.7/2020, besaran insentif terinci sebagai berikut: Rp 15 juta untuk dokter spesialis; Rp 10 juta untuk dokter umum/gigi; Rp 7,5 juta untuk bidan/perawat; dan Rp 5 juta untuk tenaga medis lainnya. Dalam SK tersebut, dijelaskan bila pemberian insentif dilaksanakan setiap bulan.

Akan tetapi, SK tersebut kini tak lagi berlaku. Dalam surat terbarunya, Sri Mulyani menyampaikan adanya penurunan besaran insentif hingga 50 persen.

Untuk dokter spesialis misalnya. Dari yang semula Rp 15 juta, menjadi Rp 7,5 juta. Dokter umum/gigi dari Rp 10 juta menjadi Rp 5 juta; bidan/perawat dari Rp 5 juta menjadi Rp 3,75 juta.

Baca Juga :   Insentif Relawan Covid-19 Tak Kunjung Cair

Sementara tenaga kesehatan lainnya menjadi Rp 2,5 juta, dari sebelumnya Rp 5 juta. Sedangkan santunan kematian, ditetapkan sebesar Rp 300 juta per orang.

Menurut Sri Mulyani, kebijakan ini berlaku terhitung mulai Januari 2021 hingga Desember 2021 mendatang.

“Seluruh proses dilakukan secara profesional, bersih dari korupsi, dan tidak ada konflik kepentingan, serta menerapkan prinsip kehati-hatian dan berpedoman pada ketentuan,” tulis Sri Mulyani. (oel/asd)