Tanjung Tembikar dan Jejak Jalur Rempah Nusantara

3133

“Perentangan sungai juga akan dipasang lampu hias aneka warna dan bentuk. Perahu nelayan tradisional di Pelabuhan Tanjung Tembikar juga akan dicat indah warna-warni,” jelas Gus Ipul dalam keterangan pers yang diterima WartaBromo, Selasa (27/04/2021).

Tak hanya menjadikan pelabuhan menjadi destinasi wisata. Wali kota juga memiliki rencana, bahwa Pelabuhan Tanjung Tembikar segera berubah status dari pelabuhan pengumpan menjadi pelabuhan pengumpul. Dengan harapan, pelabuhan tersebut bisa melayani angkutan lebih luas lagi, seperti di masa lalu.

Sementara itu, pihak Pelindo mengapresiasi rencana dari Pemkot setempat untuk merevitalisai Pelabuhan Tanjung Tembikar. “Akan kita matangkan dan kita gali potensi di Tanjung Tembikar seperti apa. Nanti kita ketemu lagi,” kata Direktur Operasi dan Komersial PT Pelindo III Putut Sri Muljanto.

Mengembalikan Kejayaan

Baca Juga :   Simak Konsep Gus Ipul-Teno soal Pengembangan Pelabuhan

Kejayaan masa lalu tidak hanya untuk dikenang saja, melainkan sebagai spirit untuk menatap masa depan. Termasuk Jalur Rempah di Pasuruan.

Ahmad Ryan Pratama, Dosen Pendidikan Sejarah Universitas Jember memaparkan, revitalisasi jalur rempah bisa ditempuh dengan sekian cara. Salah satunya dengan menata ruang-ruang publik yang diisi dengan komoditi rempah.

“Seperti cengkih, lada bisa dikulturkan di ruang-ruang publik atau diberikan space di taman Pasuruan, yang nantinya bisa diobservasi oleh siswa,” kata Ryan kepada WartaBromo, Jumat (10/9).

Tak hanya pembangunan infrastruktur, Ryan menjelaskan, pemerintah setempat harus menggalakkan penelitian dan seminar sejarah Jalur Rempah Pasuruan. Sebagai landasan bagi pemerintah untuk mengembalikan kejayaan tersebut.

“Jalur rempah ini harus dikaji secara historis, nah nantinya disisipkan sebagai pelajaran suplemen kurikulum sejarah lokal di Pasuruan,” imbuhnya.

Baca Juga :   Bongkar Muat Kapal Barang di Pelabuhan Pasuruan Turun 30 Persen

Hal ini, juga harus ditopang oleh kesadaran masyarakat yang peduli terhadap sejarah Pasuruan. Menurut dosen alumnus Universitas Airlangga ini, komunitas sejarah di Pasuruan harus berperan dalam menelusuri jejak peninggalan perdagangan di masa lalu dalam kaitannya dengan jalur perdagangan rempah.

Sehingga memperkaya khazanah literatur sejarah lokal Pasuruan, sekaligus mendukung pemerintah pusat untuk menjadikan jalur rempah sebagai warisan dunia.

Menurut Ryan, dalam upayanya mengkampanyekan revitalisasi Jalur Rempah, pemerintah setempat bisa menyelenggarakan pameran Jalur Rempah di Pasuruan. Termasuk di dalamnya koleksi-koleksi terkait Jalur Rempah di Pasuruan kaitannya dengan titik-titik lain di Nusantara sebagai jalinan Jalur Rempah Nusantara.

Selain itu, jika ingin serius merevitalisasi Jalur Rempah, pemerintah setempat bisa menganggarkan dana dari APBD untuk penelitian jalur rempah. Sehingga menjadi basis dalam pengambilan kebijakan untuk merevitalisasi Jalur Rempah dan memanfaatkan kejayaan masa lalu sebagai pedoman pembangunan di masa depan.

Baca Juga :   Bupati Pasuruan yang Jadi Menteri Belanda Itu Berpulang Jelang Kemerdekaan (4-Selesai)

Optimalisasi Komoditi Rempah

Laporan WartaBromo tahun 2020, menunjukkan bahwa Kabupaten Pasuruan, tetangga Kota Pasuruan menghasilkan 372,73 ton cengkih tiap tahun. Ratusan ton cengkeh ini dihasilkan dariĀ 10 kecamatan dengan luas lahan sekitar 1.300 hektar.

Kesepuluh kecamatan itu adalah Tutur, Purwodadi, Purwosari. Kemudian, Kecamatan Sukorejo, Puspo, Pandaan, Lumbang, Pasrepan, Kejayan, dan Prigen. Bahkan, produksi tahun 2020 mengalami peningkatan dari tahun sebelumnya yang sebesar 367,65 ton.

Sayangnya, harga cengkih di tataran petani acapkali tak pasti. Hal ini yang membuat para petani gamang. Wahyudiono dan Rusmini, pasangan petani cengkih asal Kelurahan Ledug, Kecamatan Prigen, Kabupaten Pasuruan aalah satunya.