Dari Cemoohan, Bu Asep Berdayakan Emak-emak dan Korban PHK

2115

“Sebagian masyarakat menganggap sampah sebagai sesuatu yang tidak berguna, berbau busuk, penyebab banjir, dan sumber penyakit. Tapi, bagi kami sampah menjadi ladang bisnis kami,” sebut Katarina.

Produksi aneka kerajinan itu, berkembang pesat seiring dengan banyaknya pesanan dari organisasi perangkat daerah (OPD) di Kota Probolinggo. Perkembangan itu diimbangi dengan penambahan modal dan peralatan. Pada 2019, omsetnya sudah mencapai Rp 300 juta setahun.

“Berkembang dengan membentuk Kampung ReReRe, yakni kampung kerajinan daur ulang. Yang kami ajak ya emak-emak yang tidak mempunyai pekerjaan dan penghasilan tetap, ya agar lebih produktif disaat senggang,” ungkap ibu dari 2 anak itu.

Katarina menambahkan, produk Griya Srikandi selalu menjadi souvenir saat Pemkot ada kunjungan ke Swedia. Keunggulan produknya adalah membantu mengurangi limbah rumah tangga, awet atau tahan lama, harga relatif murah, ramah lingkungan, dan mudah dibuat sendiri.

Baca Juga :   Sopir MPU Curi Tutup Trotoar Depan MINU Kraksaan

Di tengah kenaikan omset, badai covid-19 melanda Indonesia. “Lockdown dimana-mana, pesanan kerajian juga ikut terseret. Nah ditengah kegalaun itu, saya coba jalan-jalan dan melihat orang berjualan masker. Tiga helai seharga sepuluh ribu. Ketika saya amati, ternyata kualitasnya jelek dan saya anggap kemahalan,” tutur istri Asep itu.

Menyadari itu, Bu Asep kemudian mencari ide untuk membuat masker dengan kualitas bagus. Melalui akun media sosial, ia mengajak warga untuk donasi kain perca. Kain itu kemudian dijahit menjadi masker berlapis. Hasilnya dibagikan ke warga dan Pemkot Probolinggo yang tegah berjibaku memerangi virus korona.

“Suatu hari, saya mendapat telpon dari Bu Sekda (drg. Ninik I), bu Asep bisa membuat masker yang ada kantongnya untuk tisu? Saya bilang bisa, nah dari itu, pesanan masker meningkat. Sehari bisa lima ribu masker,” sebut ia.

Baca Juga :   Dosen Asal Situbondo Dijerat Tali Oleh Calon Pembeli Rumahnya

Selama pandemi Covid-19, UKM Griya Srikandi telah memproduksi masker kain sekitar 100 ribu buah masker. Dari jumlah itu, 20 ribu buah didonasikan untuk masyarakat yang membutuhkan. Lebih dari 2 ribu kg kain perca sisa pabrik diubah menjadi masker. Dijual dengan harga yang relatif terjangkau antara Rp 5.000-Rp 25.000 per buah.

Untuk membuat sekitar 100 ribu buah masker itu, ia melibatkan 20 orang tenaga kerja. Dimana 10 orang tenaga kerja yang terlibat adalah penerima manfaat dari Program Keluarga Harapan (PKH). Ada juga korban PHK yang ia tampung untuk bekerja. Kini omsetnya sekitar 400 juta setahun.

“Selama pandemi, Griya Srikandi Probolinggo juga memproduksi masker dan APD (alat pelindung diri). Kalau Hazmat, kami beli kainnya,” terang pemilih gelar sarjana teknologi pertanian itu.

Pada momentum peringatan Hari Kartini, 11 April lalu, Griya Srikandi menyumbangkan 6 alat pelindung diri (APD), 1.000 masker, dan 15 face shield kepada Pemerintah Kota Probolinggo. Produk yang dikerjakan dalam sehari oleh 15 mitra itu, dapat digunakan untuk paramedis yang bekerja menangani pasien COVID-19.

Baca Juga :   KPK Gelar Operasi Tangkap Tangan Bupati Probolinggo

Wali Kota Probolinggo Hadi Zainal Abidin mengapresiasi, bantuan Griya Srikandi yang merupakan bentuk kepedulian bersama atas wabah virus corona di Kota Probolinggo. Masker tersebut diberikan kepada warga Kota Probolinggo untuk memutus mata rantai penyebaran COVID-19.

“Mudah-mudahan masyarakat sadar akan pentingnya memakai masker melalui gerakan bermasker, sehingga kalau masih ada saja yang tidak memakai masker akan kami tindak tegas,” ujarnya secara terpisah.

Upaya Katarina untuk memproduksi kerajinan dari bahan daur ulang membuahkan hasil. Ia mendapat penghargaan dari Gubernur Jawa Timur pada 2020 lalu. Terpilih sebagai juara harapan 1 Perempuan Inisiator Pembangunan.