Tolak Bala, Warga Kota Probolinggo Berebut Air Suci

1737

Probolinggo (wartabromo.com) – Ratusan santri dan warga di Kota Probolinggo, menggelar tradisi pawai obor Rabu Wekasan atau Rabu Pamungkas di bulan Safar. Uniknya, pada puncak acara, warga berebut air suci dari 7 mata air. Dengan aksi ini, warga berharap wilayah Probolinggo terhindar dari bala maupun bencana alam.

Tampak ratusan warga berikut santri Ponpes Nurul Islam Kelurahan Triwung Lor, Kecamatan Kademangan, semangat mengikuti pawai obor.

Dituturkan pawai obor ini merupakan tradisi Rabu Wekasan atau malam Rabu di akhir bulan Safar dalam kalender Hijriyah.

Meski terlihat sederhana, ratusan warga terlihat khidmad mengikuti pawai tersebut. Di sepanjang jalan kampung, tak henti-hentinya peserta pawai mengumandangkan sholawat burdah serta doa-doa.

Baca Juga :   Aksi Dua Pemuda Curi Motor di Warung Simpang Tiga Waluyo Terekam CCTV

“Asyik bisa keliling kampung sambil bawa obor. Seru karena jarang-jarang ada kayak ini, setahun sekali, saya pasti ikut,” ujar Uswatun Nafisah, salah satu santri.

Konon dalam sejarah Islam, pada bulan Safar banyak diturunkan azab dari Sang Pencipta. Seperti bencana alam hingga penyakit pada umat manusia yang banyak melakukan dosa.

Dengan kepercayaan itu, warga tetap menghidupkan tradisi pawai obor Rabu Wekasan, sambil bersholawat dan memanjatkan doa dengan berkeliling kampung.

“Tujuannya, agar di bulan-bulan selanjutnya negeri ini terhindar dari segala musibah bencana alam. Apalagi saat ini banyak terjadi bencana banjir, tanah longsor dan buruknya cuaca di laut,” kata ustadz Mukhlas, pengasuh Ponpes Nurul Islam.

Baca Juga :   Jual Buaya Muara, Warga Dringu Diciduk Polisi

Setelah keliling kampung, acara diakhiri dengan membaca doa yang dipimpin ulama setempat. Serunya, warga tak terkecuali anak-anak, langsung berebut air suci yang disebutkan diambil dari 7 mata air. Sebelumnya air itu telah dirapalkan doa-doa untuk diminum.

Saat ini, tradisi Rabu Wekasan mulai jarang ditemui. Padahal tradisi tersebut merupakan tradisi Islam jaman dulu, yang dimanfaatkan sekaligus sebagai wadah siar agama.

“Tradisi semacam ini, sudah mulai langka dilaksanakan. Karenanya, kami berharap warga dan santri selalu melestarikan tradisi dan warisan budaya dari ulama terdahulu,” harap Habib Jadi Zainal Abidin, tokoh ulama di Kota Probolinggo. (fng/saw)