AJI Kritisi Dugaan Penghambatan Kerja Jurnalis oleh Pemkot Surabaya

7722

Surabaya (wartabromo.com) – Aliansi Jurnalis Independen (AJI) kritisi, dugaan penolakan Pemkot Surabaya terhadap jurnalis JTV. Hal itu dinilai melanggar dan mencederai kebebasan pers.

Sikap ditunjukkan, setelah Dewi Imroatin, jurnalis JTV mengadu pada AJI Surabaya terkait kasus dugaan pelarangan peliputan di wilayah Pemkot Surabaya. AJI pun merespon pengaduan itu dengan mengklarifikasi berbagai pihak, antara lain Humas Pemkot Surabaya dan Dewi sebagai pengadu.

Aduan Dewi itu, menyusul terbitnya surat permohonan penggantian jurnalis JTV, untuk melakukan peliputan di lingkungan Pemkot Surabaya, tertanggal 10 Oktober 2018.

Itulah kemudian AJI dalam sebuah pernyataan tertulis menilai, hal tersebut merupakan bentuk intervensi yang melanggar kemerdekaan sebagaimana tertuang dalam UU Pers. Pernyataan tercantum Miftah Farid, Ketua AJI Surabaya itu, juga menjabarkan, meskipun bersifat permohonan, namun sikap Pemkot Surabaya sudah terlalu masuk ke ruang redaksi, bahkan terkesan mengedepankan subyektivitas.

Baca Juga :   Pelajaran Dari Batu Dan Cucu

Pemkot Surabaya, tidak dijelaskan apa alasan permohonan itu. Menurut AJI, Pemkot Surabaya sepatutnya menunjukkan dugaan pelanggaran etik atau hal yang bisa dianggap melanggar yang dilakukan Dewi.

Hal ini juga bertentangan dengan semangat kebebasan pers. Serta bertentangan dengan pasal 4 ayat 1 dan 3 yang menyebutkan bahwa kemerdekaan pers berarti bebas dari intervensi.

“Pejabat publik tidak sepantasnya membawa urusan pribadi atau subjektivitasnya ke ranah profesi. Meskipun, pejabat publik tersebut memiliki hak untuk tidak menjawab pertanyaan, tetapi dia tidak bisa membatasi apalagi melarang jurnais bertanya. Terlebih karena subjekitifitas itu sampai mengintervensi ruang redaksi.” penggalan pernyataan AJI Surabaya.AJI Surabaya dalam pernyataan yang diterbitkan pada 12 Oktober 2018 itu, mendesak:

  1. JTV sebagai perusahaan tempat Dewi bekerja, tidak mengindahkan surat permohonan dari Pemkot Surabaya.
  2. Agar Pemkot Surabaya segera mencabut surat tersebut dan tidak mengulangi perbuatan ini lagi karena berpotensi pidana sesuai ancaman yang tertuang dalam UU Pers.
  3. Agar Wali Kota Tri Rismaharini atau pejabat lain tidak menghalangi atau perbuatan yang bisa mengganggu kerja-kerja jurnalis hanya karena ketidaknyaman dan ketidaksukaan.
  4. Agar pihak-pihak yang merasa dirugikan dalam sengketa pers, mengadukannya ke Dewan Pers.
  5. Mendukung Dewi sebagai jurnalis tetap bertugas sebagaimana mestinya sesuai UU Pers.
  6. Mengimbau agar semua jurnalis berpegang teguh pada UU Pers dan Kode Etik Jurnalistik dalam kerja-kerja profesinya.
Baca Juga :   Sampah Itu Kotor? Ah, Paradigma Lama...

(trp/ono)