Bawaslu: Antara Ada dan Tiada

1079

Pengawasan dianggap satu bagian tak terpisah dalam tiap pemilihan digelar.

Pengawas sebagai satu lembaga, kemudian menjadi penjamin, jika proses pemilihan sesuai dengan aturan, tidak ada pelanggaran dilakukan, baik oleh pelaksana maupun peserta.

Coba menekankan saja. Pengawas, si pemberi jaminan inilah yang menegaskan, bahwa tiap tahapan pemilihan dilakukan sesuai dengan aturan yang dituliskan.

Pengawasan sekaligus mendorong pada tiap pihak untuk tidak mengesampingkan hal-hal yang bisa jadi merusak proses pemilihan.

Pertanyaannya. Di mana posisi pengawas pada Pilkada kali ini?

UU 10/2016, yang menjadi landasan melakukan tugas-tugas pengawasan, secara tegas menuliskan Panwaslu, sebagai satu-satunya lembaga penjamin penyelenggaraan Pilkada dilangsungkan secara jujur, adil, dan demokratis. Bukan Bawaslu.

Baca Juga :   Rencana Koalisi PKB-Golkar Diklaim 99,9%, Ismail: Tunggu Instruksi DPP

Artinya, ini bukan lagi masalah tahapan proses pemilihan. Tidak bisa disempitkan pada satu tahapan saja, macam penandatanganan NPHD.
Problematika Pilkada sekarang bukan soal penganggaran semata. ke halaman 2

Ini terbilang hal mendasar, sebab terkait penentuan siapa yang melakukan pengawasan.

Jadi, dari kacamata hukum, apa benar Bawaslu bisa melakukan tugas dan fungsi pengawasannya, kalau dalam aturan tidak tertuliskan.

Jangan sampai, Bawaslu sebagai pengawal demokrasi yang selama ini gaungkan kejujuran dan menjunjung tinggi hukum, justru abai terhadap aturan.

Sebenarnya sederhana. Kan tinggal menghapus kata panitia menjadi badan pada UU 10/2016, tentang Pilkada.
Apa sih susahnya?
Jadi, nyikapi problem kelembagaan pengawas ini, simpel-simpel wae bro… (*) ke halaman awal