Masalah Pernikahan

1522

Semua yang istrinya rasakan, diceritakan padanya lewat telepon dan seringkali disertai tangisan. Tapi ia selalu menanggapi dengan kalimat itu-itu saja: ‘yang sabar’, ‘maklum orang tua’, ‘tidak usah diambil hati’, dan sebagainya. Tanggapan seperti itu lama-lama membuat istrinya kesal.
“Mengapa kau malah terkesan membiarkan masalah ini sih, Mas? Apa kau sama sekali tak merasakan apa yang saat ini kurasakan? Aku merasa disudutkan di sini,” ucap istrinya.
“Aku berusaha adil melihat persoalan. Kau istriku, dia mamaku. Jangan egois dong, Lis.”
“Bukan adil. Kau seperti tak punya sikap dan tak ingin terlibat di persoalan ini.”

Hari-hari kemudian menjelma gelap yang tak putus-putus bagi istrinya. Istrinya mencoba mengalihkan keruwetan pikiran dengan mencari kegiatan baru. Selain fokus berdagang di online shop, istrinya mulai bergabung dengan komunitas pencinta kucing, les membuat kue, belajar membatik.

Baca Juga :   Absurdnya Aturan di Negeri Ini Bikin Geleng-Geleng Kepala

Di antara kesibukan mengalihkan pikiran itulah, istrinya bertemu Roni dan menjalin hubungan dengan agen asuransi itu selama lima bulan, sebelum kemudian hubungan itu akhirnya terendus istri Roni dan ia dianugerahi gelar terburuk zaman kontemporer: Pelakor. ke halaman 3

 

Foto diolah dari PicsArt

***
Langit berwarna cerah. Mereka masih duduk di teras. Pukul 07.18, suhu udara naik 7 derajat celcius. Ia melepas jaket dan kupluk, merasa tubuhnya mampu berkawan dengan suhu yang demikian itu. Berdiri, ia masuk ke dalam villa beberapa menit, lalu keluar membawa dua cangkir berisi kopi hitam dan teh jahe.

“Lis, kau ingat kan bagaimana aku melamarmu di sini? Itu sudah enam tahun lalu. Tidak terasa.”
Istrinya diam. Tidak menanggapi maupun menolehkan muka padanya. Dan ia terus berbicara tentang masa-masa mereka pacaran, teman-teman mereka dulu, kejadian-kejadian lucu yang membuatnya terkekeh sendiri. Tapi istrinya tetap mengarahkan matanya ke depan, seperti sedang melamunkan sesuatu.

Baca Juga :   Kapan Sebaiknya Menyiapkan Dana Pendidikan Anak?

“Sopir jeep sudah mengirim pesan. Katanya ia akan menjemput ke sini jam sembilan. Kalau kau tetap bisu begini, aku akan jalan sendiri.”
Masih tak ada jawaban dari istrinya. Ia menyesap kopinya, menutup cangkir dengan tatakan, lalu berdiri, hendak menuju kamar mandi. “Baik, kalau begitu aku berangkat sendirian. Kau lanjutkan tidur saja.”

Saat ia hendak masuk ke dalam, istrinya menyahut, “Ya, aku ikut denganmu,” ujarnya. “Tapi aku mau bicara sebentar.”
Ia duduk lagi. “Silahkan,” jawabnya.
“Saat kau di Korea mama sering mengadakan pengajian di rumah, mendoakanku supaya cepat hamil.”
“Doa tidak akan mengubah apa-apa. Seperti katamu, kita punya prinsip.”
“Kalau ternyata doa itu terkabul bagaimana?”
“Maksudmu?”
“Kurasa ada bayi di rahimku.”
Ia melongo mendengar kalimat istrinya. Mereka berpandangan agak lama. Kemudian secara refleks tangannya mencengkeram tangan istrinya, lalu ditariknya berdiri dan ia kecup kening istrinya dengan mata terpejam. Sang istri juga memejamkan mata, meski di hatinya ia masih menyimpan satu hal lagi yang belum atau tidak mungkin disampaikan pada suaminya.

Baca Juga :   Pelajar Filipina dan Malaysia Berguru Program KB ke Ponpes Al-Yasini

Ia ragu apakah janin di rahimnya adalah anak dari suaminya ataukah dari Roni. Sebab beberapa bulan yang lalu ia masih sempat kencan dengan Roni. Namun ia segera membuang pikiran-pikiran itu, karena pelukan pagi itu terlalu hangat… (*) ke halaman awal

________

E-mail : [email protected]