Menanti Bantuan saat Pandemi

1933
Jika transparansi terlanggar, maka konflik sosial sepertinya bakal nge-blar.

Oleh Tuji Tok

BANTUAN sosial (bansos) saat ini banyak dibincang. Itu karena bansos diyakini menjadi bagian dari cara memberikan napas tambahan terhadap warga yang terdampak corona.

Hampir semua lapisan masyarakat pada pokoknya menginginkan bansos bisa tepat sasaran, diberikan kepada mereka yang benar-benar membutuhkan.

Tentang bansos, tak kurang Presiden Joko Widodo juga memberikan perhatian. Meski wajar juga, kan emang presiden ya kudu beri perhatian, hehehe..
Cuman Presiden Jokowi tak sebatas bilang telah perintahkan para menteri meneruskan kebijakan bansos, melainkan juga menegaskan, harus ada keterbukaan dan fleksibilitas terkait bantuan bagi masyarakat.

“Data penerima bansos agar dibuka secara transparan: siapa, kriterianya apa, jenis bantuannya, dll,” ungkap Presiden Joko Widodo seperti dituliskan WartaBromo.com pada Senin, 4 Mei 2020.

Pernyataan tersebut kayaknya lebih bersifat perintah, menyusuli upaya penyelesaian problem sosial dan perekonomian terkait dampak wabah.

Kalimat itu pastinya sebagai pengingat, ditujukan kepada para pemimpin, pemangku kebijakan di daerah agar dapat membuka secara jelas penerima bantuan sosial.

Jangan sampai jaring pengaman sosial yang sebenarnya dimaksudkan sebagai ikhtiar memberikan ketenangan dan sedikit napas itu, malah menimbulkan persoalan sosial baru di tengah masyarakat.

Baca Juga :   Pengusaha Berharap Kabupaten Probolinggo Segera Level 2

Sepakat juga bila ada ungkapan yang menyebutkan, penyaluran bantuan harus menghindari kemungkinan prasangka buruk terhadap pemimpinnya, lebih-lebih jika kecurigaan malah muncul dari sesama warga saat bantuan disalurkan. Ujungnya, jika transparansi terlanggar, maka konflik sosial diyakini bakal nge-blar. Jadi bom, ngeri euy..

Kebetulan, pada hari yang sama dengan pernyataan presiden, Asisten I Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Pasuruan Anang Saiful Wijaya mengungkap empat bentuk program telah ditetapkan berkenaan dengan jaring pengaman sosial di tengah corona.

Bentuk atau skema tersebutĀ  tinjauannya lebih pada sumber anggaran bansos, yakni dari kementerian sosial (pusat); pemerintah provinsi (Pemprov); pemerintah daerah (Pemda); dan pemerintah desa (Pemdes).

Secara umum sih, bantuan bagi mereka terdampak secara sosial bisa berupa paket sembako senilai Rp200 ribu. Terus ada sokongan Rp600 ribu untuk mereka yang secara ekonomi kena imbas wabah.

Jika membincangkan detail mekanisme dan durasi bantuan, pada tiap sumber anggaran itu sebenarnya berbeda-beda.

Tapi secara sederhana bisa dilihat, terdapat semangat kebersamaan yang coba diusung. Bagaimana seluruh sumber kekuatan anggaran di negara ini diarahkan untuk sementara menopang kebutuhan warga yang tengah hadapi pandemi.

Baca Juga :   Per Bulan, Keluhan Pipa Bocor hingga Air PDAM Macet di Kota Pasuruan Capai 284 Aduan

Hal lainnya adalah pada daftar penerima bantuan berkaitan dengan pandemi. Warga yang selama ini tercatat dalam program reguler, macam program keluarga harapan (PKH) atau bantuan pemerintah non tunai (BPNT), nantinya tak menerima “bansos corona”.

Kalau di Kabupaten Pasuruan, pada awal tahun 2020 ini, tercatat 89.635 KPM yang mendapatkan dana PKH. Sehingga, bisa disimulasikan, mereka inilah yang tak bisa lagi menerima bantuan jaring pengaman sosial terkait pandemi.

Jika mencoba mempersempit bahasan, hal terbaru adalah diperkenankannya Pemdes menggunakan dana desa untuk bantuan langsung tunai (BLT DD). Hal yang selama ini tak boleh dilakukan, kini menjadi salah satu jurus dan amunisi tambahan untuk menambal kebutuhan warganya.

Dari sejumlah sumber, beberapa hal dipahami, jika Pemdes bisa memberikan bantuan berupa uang tunai berikut paket sembako. Siapa dan berapa yang akan disasar, besarannya tentuĀ disesuaikan dengan kemampuan tiap-tiap desa.
Soal warga yang bakal menerima manfaat BLT DD ini, Kades, Kasun, hingga perabot lainnya, mestinya lebih tahu.

Nah, desa-desa di wilayah Kabupaten Pasuruan -sejauh batas pengamatan- telah menelaah, mengidentifikasi siapa-siapa yang bakal menerima BLT DD. Di antara proses yang dilalui agar mendapatkan keputusan paripurna adalah dengan menempuh musyawarah desa khusus. Melalui mekanisme musyawarah desa ini, para calon penerima manfaat hingga proses penyaluran BLT DD, ditetapkan.

Baca Juga :   Kuasai Gununggangsir, Jokowi dapat Suara Mutlak di TPS Suryono Pane

Namun, tak mencoba urek-urek masalah, ternyata masih saja terdapat pihak yang berikan ungkapan minor terhadap desa yang saat ini berikhtiar. “Ah, yang dipilih hanya pendukungnya,” begitu kalimatnya.

Deg! Kaget juga mendengarnya. Bagaimana mungkin, pemimpin desa milih-milih warga untuk dibantu di musim pagebluk ini? kalimat tersebut sepertinya susah untuk dipercayai.

Hanya saja, jika merujuk kalimat presiden yang menyinggung transparansi pada siapa maupun kriteria yang berhak mendapat bantuan, bisa jadi itu menjadi sumber petaka. Artinya, presiden mencoba mengungkap titik rawan perkara pemberian bantuan di daerah, khususnya di tingkat desa.

Jabatan sebagai kepala desa, kepala dusun, perangkat desa diakui berpotensi disalahgunakan, meski hanya untuk menentukan kriteria hingga memilih siapa warga yang bisa mendapatkan BLT DD.

Tapi, pastinya apa yang diungkapkan itu sebatas sign, tanda kuning untuk sama-sama saling jaga. Jangan sampai ada cerita, warga rasan-rasan, bahkan saling bergesekan fisik gara-gara bantuan. (*)