Menciptakan Integrasi Nasional

2536

 

Oleh: Fahrul Fitriah*)

SEJARAH perkembangan bangsa Indonesia dari masa ke masa tidak lepas dari berbagai macam gejolak. Inilah bentuk kedewasaan bagi bangsa yang terdiri dari berbagai macam suku, agama dan ras dan etnis.

Dalam konteks negara demokrasi gejolak itu sah-sah saja. Sebab kebebasan dalam berargumentasi adalah wujud paling utama dalam prinsip demokrasi yang sehat. Namun ketika kebebasan itu terlalu luas dan tidak dikontrol dengan baik oleh hukum dan aturan-aturan di masyarakat, tentunya akan mengganggu ketenangan dan mengancam integrasi nasional. Di sinilah kemudian peran penting pemerintah.

Akhir-akhir ini tidak semua mata melek dari pemberitaan-pemberitaan di berbagai media yang menyudutkan kelompok sosial tertentu. Katakanlah suatu ormas yang mencoba untuk mengguncang kebhinekaan bangsa.

Kita juga tidak boleh menutup mata ormas mana yang saling menyerang dan saling menuding, mencela serta saling membela. Pada prinsipnya tujuannya sama yaitu membuktikan bahwa tuntutannya diterima dan dihargai, agar tidak terjadi gesekan yang terlalu mendalam hingga menyangkut hak-hak mereka dalam menyampaikan pendapat.

Pada masa modernisasi ini, wajar-wajar saja perbedaan dalam berpendapat, perbedaan sudut pandang dalam menghadapi suatu permasalahan. Tentu yang melatar belakangi perbedaan masing-masing kelompok juga beragam. Seperti perbedaan agama, adat istiadat serta lingkungan sosial suatu kelompok.

Tidak dapat juga dipaksakan bahwa untuk menciptakan integrasi nasional bukan berarti harus menyatukan semua elemen-elemen dalam masyarakat dalam satu wadah sosial. Akan tetapi, harus ada satu konsensus yaitu menciptakan integrasi nasional yang sering diungkapkan dalam berbagai macam tuntutan yaitu Bhineka Tunggal Ika.

Masyarakat harus menjaga kerukunan antar masyarakat. Karena kerukunan merupakan sesuatu yang seharusnya ada sebelum adanya integrasi atau penyatuan. Dengan terciptanya integrasi nasional, maka persatuan dan kesatuan bangsa akan semakin kokoh dan timbul rasa kebersamaan.

Menurut Jones J. Clemens dan Carl G. Roberg dalam teorinya yang sering digunakan oleh para peminat teori medernisasi, teori ini menjelaskan permasalahan integrasi nasional di negara-negara berkembang. Menurutnya ada dua dimensi yang menjadi tolok ukur dalam menciptakan integrasi nasional yaitu integrasi vertikal (elite-massa) dan integrasi horizontal (teritorial).

Pertama, integrasi vertikal (elite-massa). Integrasi ini mencakup pada masalah-masalah yang ada pada bidang vertikal. Pada proses ini yang menjembatani celah perbedaan yang meyakini ada kaum elite dan massa dalam rangka pengembangan suatu proeses politik terpadu dan masyarakat politik yang berpartisipasi. Pada dimensi vertikal ini dinamakan dengan integrasi politik. Sebab ada tuntutan (demand) dan elit-elit yang terlibat di dalamnya.

Peran pemerintah seperti TNI dan juga Polri dalam menjembatani keamanan dan ketahanan bangsa. Sehingga tuntutan dari berbagai gejolak dapat diterima dan dihargai serta dipertimbangkan lebih lanjut oleh pemerintah.

Pergerakan massa yang terlalu luas harus disikapi dengan bijak oleh TNI dan Polri. Bahkan ada aktor-aktor politik yang ikut menyuarakan integrasi bangsa. Jangan sampai ada kelompok yang dilukai sehingga dapat memicu ketegangan dan benturan fisik serta merobek nilai-nilai kebhinekaan itu sendiri.

Misalnya langkah konsolidasi antara masing-masing kelompok yang saling berbenturan kepentingan dalam suatu wadah, misalnya wadah yang dinamakan integrasi nasional.

Sehingga keterwakilan kelompok yang saling berseberangan dapat diselesaikan secara musyawarah sebagaimana yang tercantum dalam sila ke empat Pancasila : Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmad kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan.