Keris: Produk Budaya Kaya Makna

2874

“Kalau membuat keris sendiri memang tergantung dari pemesannya. Dia mau keris untuk apa? Kebutuhannya apa, untuk penglaris, kewibawaan atau keselamatan? Karena masing-masing bahan berbeda karakternya,” terangnya.

Bagi Mpu Purwo, keris merupakan produk dari seni tempa dan seni pahat yang kaya akan nilai filosofis. Walaupun banyak yang bilang keris memiliki kandungan mistik, Mpu Purwo mengatakan keris adalah seni budaya yang adiluhung karena bisa dikaji dan dipelajari secara rasional.

“Ada ilmu metalurgi yaitu ilmu mengenai pencampuran besi, karena bahan dari keris sendiri dari berbagai macam besi aji seperti nikel, baja, besi dan meteor digunakan sebagai pamor,” ujarnya. Sebagai produk budaya, sudah selayaknya keris dilestarikan. Bahkan diajarkan agar tidak punah. ke halaman 2

Tahapan Pembuatan Keris

Sebagai sebuah senjata pusaka, proses pembuatan keris tidak sama dengan senjata tajam lainnya. Ada tahapan yang harus dilewati sebelum memulai membuat keris. Mulai dari ritual sebelum memulai, hingga pewarangan.

Mpu Purwo mengatakan, proses pembuatan keris sangat bergantung pada jenis keris yang diinginkan. Sebab, beda jenis, beda pula bahan yang dicampur. Bergantung energi atau ion-ion logam.
Sebilah keris pusaka, menurut Mpu Purwo, waktu yang diperlukan bisa mencapai tiga bulan. Sedangkan keris biasa, proses pembuatan hanya memakan waktu 2 minggu sampai 1 bulan.

Baca Juga :   Siswi SMP di Pasuruan Diperkosa Bergilir 6 Siswa dan 3 Pemuda

Meski menasbihkan diri sebagai pembuat keris pusaka, ia tak menolak bila ada yang meminta dibuatkan keris sekadar untuk cenderamata atau souvenir. Untuk keris souvenir ini, ia bahkan mampu membuat 3-4 keris setiap minggunya.

Soal pembuatan keris pusaka yang memakan waktu lebih lama, menurut Mpu Purwo, itu karena ada ‘ritual’ yang harus dijalani. Seperti tirakat dengan berpuasa 3 hari dengan sahur dan buka hanya nasi dan air putih saja. Setelah itu baru menggelar ritual doa-doa.

Setelah itu, baru proses penempaan. Dimana, semua bahan dipanaskan dalam suhu lebih dari 1000 derajat celcius. Proses ini memakan waktu yang cukup lama. Sebab, besi yang bercampur batu meteor itu harus dilipat terus menerus dan dipanjangkan hingga menjadi satu (satonan).

Dari satonan, prosesi dilanjutkan dengan membuat kodokan. Yakni, satonan yang semula hanya berbentuk campuran besi panjang, dipahat membentuk keris.
Setelah keris mempunyai bentuk, baru dilakukan finishing. Proses itu dilakukan dengan mendetailkan sisi pinggir keris agar memiliki nilai seni tinggi. Baru setelah itu, diakhiri dengan pewarangan dengan menyelupkan keris ke cairan yang mengandung arsenic.

Menurut Mpu Purwo, pewarangan itu dimaksudkan untuk memunculkan pamor keris. Tahap akhirnya, adalah mengolesi keris dengan minyak cendana, mawar untuk menghindarkan keris dari korosi atau karatan.

Baca Juga :   Pengusaha di Pasuruan Wajib Beri THR H-7 Lebaran, Ini Ketentuannya

Keris, bagaimanapun juga adalah sebuah karya adiluhung. Sebagai sebuah produk budaya, sudah selayaknya jika warisan leluhur itu terus dilestarikan. Karena itu, ia pun acapkali hadir di sejumlah kegiatan guna membincang soal keris.

“Biar keris tidak hanya dilihat dari perspetif mistik, kami juga banyak mengupas dari perspektif metalurgi. Dan, rata-rata mereka mengaku tertarik karena pendekatan seperti sangat jarang mereka dapatkan,” kata Mpu Purwo.

Bagi Mpu Purwo, keputusan Unesco yang mengakui keris sebagai warisan budaya dunia telah memunculkan kecenderungan sebagian orang untuk lebih tahu tentang keris. Paling tidak, mereka yang sebelumnya acuh terhadap keris, kini lebih berusaha mencari tahu tentang seluk beluk tentang per-keris-an. (*)