Menjaring Ilmu di Dermaga, Berekreasi Literasi

1736

Setelah materi ‘New Normal’, anak-anak dibebaskan membaca buku apapun yang mereka sukai. Mereka berebut mengambil buku atau majalah yang menumpuk di sudut taman baca, kemudian membaca dan sesekali saling mengganggu. Riang tawa anak-anak menjadikan suasana di ujung dermaga pagi itu ceria.

Di kampungnya, kata Nafiudin, dulu banyak sekali anak-anak yang putus sekolah. Anak-anak itu, selesai menamatkan SD atau SMP biasanya ikut orang tuanya jadi nelayan. Menurutnya, faktor ekonomi menjadi penyebab utama anak-anak di kampungnya putus sekolah.

Namun kini perlahan-lahan warga mulai sadar akan pentingnya pendidikan. Hampir semua remaja di kampungnya kini rata-rata pernah mengenyam pendidikan setingkat SMA. “Sekarang yang tamat SMA sudah banyak. Tapi yang sampai kuliah masih jarang. Hanya sebagian kecil saja,” ungkapnya.  ke halaman 2 

Baca Juga :   Tahlil Habib Hasan Assegaf Berlangsung dengan Prokes Ketat

Nafiudin mengatakan, alasan ia memilih dermaga sebagai lokasi taman baca selain karena unik, juga karena ia menilai anak-anak akan lebih betah belajar di tempat mereka biasa bermain. “Lha kalau di dalam ruangan, di dalam rumah, anak-anak itu cepat bosan,” ujarnya.

Sampai saat ini sebagian besar operasional kegiatan berjalan secara swadaya dan mengandalkan kolaborasi antar komunitas, meski ada juga donasi berupa buku dan lainnya datang dari pihak luar. Kadang-kadang setiap 1 bulan sekali anak-anak diajak city tour ke Perpustakaan Daerah Kota Pasuruan.

Ke depan Nafiudin dan teman-temannya memiliki gagasan sekaligus harapan taman baca itu tak hanya sekadar taman baca, melainkan sebuah perpustakaan. Nantinya perpustakaan itu sekaligus menjadi sarana rekreasi literasi. “Harapannya bisa bermanfaat untuk masyarakat lebih luas,” pungkasnya. ke halaman awal

Baca Juga :   Dua Proyek di Kota Pasuruan Disidak Kajari

(asd)