Habib Hadi Coba Menjawab Kemiskinan di Kota Probolinggo

2316

Probolinggo (wartabromo.com) – Awal pemerintahan Wali Kota Probolinggo Hadi Zainal Abidin diwarnai dengan maraknya laporan kemiskinan  Pemkot pun mendirikan Unit Layanan Terpadu Penanggulangan Kemiskinan (ULTPK), sebagai garda terdepan penanggulangan kemiskinan.

Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), selama 5 tahun terakhir, tingkat kemiskinan di Kota Probolinggo secara gradual mengalami penurunan. Persentase penduduk miskin tahun 2014 sebanyak 8,37 persen (19 ribu jiwa). Di tahun 2015 menurun sebesar 8,17 persen (18.660 jiwa).

Kemudian pada akhir tahun 2016, menjadi 7,97 persen (18.370 jiwa). Setahun setelahnya, kembali turun ke 7,84 persen (18.230 jiwa). Nah, pada tahun 2018 jumlah penduduk miskin mampu dikurangi menjadi 7,20 persen atau 16.900 jiwa.

Baca Juga :   Jadi Daerah ke-4 Termiskin di Jatim, Tantri Sebut BPS Tidak Memotret Secara Kaffah

“Alhamdulillah, kita syukuri ada penurunan. Tetapi di lapangan masih banyak masyarakat yang membutuhkan kehadiran pemerintah. Rumah tidak layak huni masih banyak, warga kurang beruntung masih banyak. Ini pekerjaan rumah yang harus diselesaikan,” ujar Hadi Zainal Abidin, Sabtu (31/3/2019).

Menyikapinya, ia lalu mengerahkan seluruh SDM yang ada. Menjawab dan merespon keluhan masyarakat, terutama berkaitan dengan kemiskinan, mendirikan ULTPK. Kantor ULTPK menempati bekas kantor Dekranasda, di depan kantor Bappeda Litbang di Jalan Soekarno Hatta.
Masyarakat yang punya masalah dengan kemiskinan, bisa datang langsung ke kantor ULTPK dan melakukan perekaman.

Belum optimalnya penanggulangan kemiskinan, karena belum ada standar verifikasi validitas data penduduk miskin. Banyak warga yang seharusnya mendapat manfaat program penanggulangan kemiskinan, tapi namanya tidak tercatat dalam data base.

Baca Juga :   Dekat PLTU, Sebagian Warga Tambak Ukir Belum Nikmati Listrik

Selain itu, masih banyak warga yang mampu, malah mengaku miskin, hingga bisa mendapat bantuan kemiskinan.

Belum lagi, ditemukan OPD di lingkungan Pemkot Probolinggo, juga banyak yang jalan sendiri-sendiri. Akibatnya ada tumpang tindih data kemiskinan dan penerima manfaat. “Ke depan sepertinya perlu diberi tanda semacam stiker, kalau memang miskin dipasang miskin. Biar lingkungan sekitarnya tahu warga itu benar-benar miskin atau tidak,” tandas Hadi. (lai/saw)