Cerita Singkat Tombak Bugel

6950

Pasuruan (WartaBromo.com) – Ratusan keris dipamerkan pada gelaran acara Mahakarya dan Festival Seni Budaya Kota Pasuruan, 13-15 Desember 2019. Salah satu yang menarik adalah dipamerkannya pusaka peninggalan empu asal Pasuruan, yakni tombak Bugel.

Ketua Paguyuban Pecinta dan Pelestari Keris Satrio Suropati, Rachmad Cahyono mengungkapkan, pembuat tombak itu adalah Empu Bugel, atau awam dipanggil Mbah Bugel.

Diyakini, ribuan pusaka telah dibikin  oleh  Mbah Bugel, terutama “gaman” berbentuk tombak. Senjata itu pun disebut telah menyebar, disimpan kolektor benda pusaka.

Deretan tombak Bugel yang dipamerkan dalam festival budaya di GOR Untung Suropati, kemarin.

Setidaknya Tombak Bugel yang berhasil dicatat oleh Paguyuban Satrio Suropati jumlahnya masih berkisar ratusan.

Pria yang akrab disapa Yono itu menerangkan, pusaka, terbagi menjadi dua kategori, yakni pusaka tayuhan dan pusaka ageman.

Baca Juga :   Pidato Nadiem Jelang Hari Guru Nasional, Singgung Curhatan Guru di Pasuruan

Sedikit mengurai, zaman dahulu, pusaka tayuhan merupakan senjata yang lumrah digunakan prajurit berlaga di medan perang. Sedangkan pusaka ageman merupakan pusaka yang berfungsi sebagai jimat atau sebagai simbol status sosial.

Tombak Bugel sendiri, oleh Yono dikatakan, bisa dikategorikan termasuk dua kategori dimaksud. Satu tombak dapat digunakan saat perang sekaligus sebagai jimat si prajurit.

Sementara, ciri-ciri dari Tombak Bugel antara lain berbentuk dapur biring wadon, paksi berukuran pendek yang sisi bawahnya papak atau tidak lancip.

Di sisi lain, menurut cerita, toponimi daerah Bugul di Kota Pasuruan, konon diambil dari nama Mbah Bugel.
Dikatakan Yono, dulu pernah ditemukan peninggalan Mbah Bugel berupa paron, yang oleh masyarakat sekitar lebih sering disebut bok jeding.

Baca Juga :   Physical Distancing, PN Bangil Terapkan Sidang Teleconference

Peninggalan itu kini telah hancur imbas proyek peningkatan jalan raya. Meski demikian, pada hari-hari tertentu, sejumlah warga terlihat masih rutin menabur bunga di lokasi bok jeding.

Mengenai periodik zaman hidup Mbah Bugel, Yono belum bisa memastikannya. Menurutnya, untuk mengungkap rangkaian riwayat Mbah Bugel, sepatutnya menjadi ranah tanggung jawab dan kewenangan pemerintah.

“Kami istilahnya sudah buka jalan. Tinggal Pemkot mau melanjutkan atau tidak,” ujarnya.

Yono menyarankan, Pemkot perlu menyisir sejarah masing-masing daerah yang ada di kota. Bagaimana sejarah Bugul, Blandongan, Kepel, dan tempat-tempat lainnya, bahkan kalau perlu diadakan lomba.

“Dengan begitu bisa jadi akan membuka sejarah Kota Pasuruan,” imbuhnya.

Kepala Dinas Pariwisata, Pemuda, dan Olahraga, Hardi Utoyo menjelaskan, saat ini Kota Pasuruan mendapat predikat dari pemerintah pusat sebagai Kota Pusaka. Hal itu menjadi pelecut hingga Mahakarya dan Festival Seni Budaya Kota Pasuruan dihelat selama tiga hari.

Baca Juga :   Sepanjang Januari-September, Ada 392 Kasus TBC di Kota Pasuruan

Mengenai mengapa pusaka maupun keris yang dipilih sebagai objek pameran, menurut Hardi, keris merupakan warisan budaya dan kearifan lokal masyarakat Indonesia yang perlu dilestarikan.

“Golnya adalah Kota Pasuruan menjadi salah satu destinasi wisata di dunia seni budaya,” tegasnya. (tof/ono)