Bunuh Diri Meningkat! Mari Bersama Mencegahnya

4395

“Padahal, ini bukan suatu yang baik, karena sebenaranya semua orang mengalami waktu susah,” sambungnya.

Dalam konteks inilah meningkatkan kepedulian, kepekaan antar sesama diperlukan. Karena dengan begitu, beban mereka yang mengalami depresi sedikit terkurangi.

Menurut Sandy, ada beberapa strategi yang bisa ditempuh untuk mencegah bunuh diri terjadi. Sebagai permulaan, adalah melakukan riset menyangkut faktor-faktor yang ikut berkontribusi terhadap terjadinya bunuh diri.

Sebagai contoh, jika terdapat satu gedung atau lokasi yang biasa dipakai bunuh diri, pemerintah bisa membatasi akses menuju ke sana.

“Jika di sebuah daerah banyak korban bunuh diri dengan mengonsumsi obat tertentu, maka, akses terhadap obat tersebut harus diperketat,” jelasnya. ke halaman 2

Akan tetapi, upaya lain yang tak kalah pentingnya adalah melakukan riset mengenai kesehatan mental dan pencegahan bunuh diri (mental health & suicide prevention).
“Karena kalau tidak ada risetnya, agak susah juga bagaimana menanganinya dengan baik,” jelas Sandy.

Baca Juga :   Tahun 2019, Hanya 10 Nelayan Ajukan Asuransi Mandiri

Perlu Komitmen Media

Pada sisi yang lain, peranan media dalam melakukan suicide prevention juga dinilai tak kalah penting. Sebab, pola pemberitaan media terhadap peristiwa bunuh diri, justru bisa membuat blunder.

Alih-alih memperkuat upaya pencegahan bunuh diri, yang terjadi justru memunculkan peluang praktik serupa (imitasi).

Karena itu, dalam pemberitaan bunuh diri, media hendaknya tidak menceritakan secara detail. Termasuk lokasi dan metode bunuh diri yang dilakukan guna menghindari terjadinya praktik imitasi oleh mereka yang memiliki kecenderungan melakukan bunuh diri.

Kekhawatiran adanya praktik imitasi bunuh diri imbas pemberitaan yang vulgar disadari betul Dewan Pers. Secara khusus, Dewan Pers pun menerbitkan peraturan dengan nomor: 2/PERATURAN-DP/III/2019 tertanggal 22 Maret 2019 yang berisi pedoman penulisan pemberitaan bunuh diri.

Baca Juga :   Foto-foto Sisa Erupsi Semeru yang Tampak Dramatis

Setidaknya terdapat 20 poin yang menjadi panduan jurnalis untuk melakukan peliputan terkait peristiwa bunuh diri. Misalnya, jurnalis menghindari penyebutan identitas pelaku bunuh diri berikut kronologi dan metodenya secara gamblang (poin 5).

“Pers menghindari pemuatan berita bunuh diri pada halaman depan. Kecuali liputan mendalam mengenai situasi kesehatan masyarakat dan bunuh diri hanya ditulis sebagai salah satu misal,” tulis poin 17 pada peraturan yang ditandatangani Ketua Dewan Pers, Adi Prasetyo itu.

Sayangnya, kendati sudah ada peraturan Dewan Pers mengenai pemberitaan bunuh diri, tidak semua pelaku media memahaminya. Alih-alih menjadikannya sebagai pedoman pemberitaan, sejumlah media bahkan menyajikan peristiwa bunuh diri dengan vulgar. Selain identitas dan lokasi kejadian, cara pelaku bunuh diri pun diceritakan dengan gamblang.

Baca Juga :   Nelayan Lekok Ditemukan Meninggal Dunia di Bibir Pantai

Di sinilah perlunya media lebih peka. Tidak hanya berpikir pasar semata. Terlebih lagi, hasil studi yang dilakukan berbagai pihak menyebutkan, penderita depresi yang membaca berita bunuh diri akan cenderung mudah terpantik untuk melakukan hal yang sama.

Pemimpin redaksi WartaBromo, Tuji Hartono mengatakan, komitmen media memang diperlukan dalam memposisikan peristiwa bunuh diri agar tidak kontraproduktif terhadap upaya pencegahan.

Ia mengemukakan, hasil penelitian Kementerian Kesehatan (Kemenkes) RI menemukan fakta cukup mencengangkan terkait kecenderungan bunuh diri di kalangan pelajar.

“Ada 4,3 persen siswa memiliki kecenderungan untuk bunuh diri. Sedangkan siswa perempuan, lebih besar dengan persentase mencapai 5,9 persen. Ini yang kami tidak ingin mereka justru terpantik melakukan bunuh diri setelah membaca berita. Makanya, ini yang melatari kami tidak mengangkat peristiwa bunuh diri,” katanya.