Perputaran Duit di Warkop Karaoke Capai Miliaran, Perlukah Pemkab Pasuruan Susun Perda Hiburan?

733

Duit miliaran rupiah berputar dari usaha warung kopi plus karaoke di Kabupaten Pasuruan. Bagaimana Pemkab meresponnya?

Laporan: Tim WartaBromo

RATUSAN pemandu lagu mendatangi kantor DPRD Kabupaten Pasuruan, Senin (22/4) lalu. Dalam aksinya, mereka mendesak Pemkab Pasuruan segera menyusun Peraturan Daerah (Perda) Hiburan.

Mereka berpandangan, keberadaan perda tersebut menjadi jaminan aktivitas mereka yang selama ini dianggap ‘ilegal’. “Padahal kan tidak ada aturan yang kami langgar,” ujar Dita (bukan nama sebenarnya), salah satu pemandu lagu kepada WartaBromo.

Dita hanyalah satu dari ratusan pemandu lagu alias purel yang ikut audiensi bersama anggota DPRD setempat. Mayoritas dari mereka berasal dari Gempol 9, sebuah komplek pertokoan di Kecamatan Gempol yang kini beralih menjadi warung kopi plus karaoke.

WartaBromo sempat mengunjungi ‘tempat hiburan’ yang berlokasi di pinggir Jalan Raya Surabaya-Malang itu. Totalnya, ada sekitar 15 warung kopi yang juga menyediakan fasilitas karaoke, lengkap dengan pemandu lagunya.

Masing-masing warkop memiliki 2-3 room untuk karaoke. Untuk tarif sewa room, pihak pengelola mematok tarif Rp150 setiap jamnya, termasuk jasa pemandu lagu. Dengan asumsi jam operasional dari pukul 19.00-02.00, omzet satu warkop plus bisa mencapai Rp1.050.000 per malam per room. Atau Rp3.150.000 untuk tiga room per malam.

Dengan jumlah warkop yang mencapai 15 unit, itu berarti perkiraan uang berputar dari bisnis ini mencapai Rp47.250.000 per malam. Atau sekitar Rp1,4 miliar per bulan..

Yang patut dicatat, angka tersebut hanya berasal dari jasa sewa room karaoke. Belum termasuk dari attensi (sebutan pengelola untuk menyanyi di ruang terbuka). Dimana, untuk jasa ini, pengelola mematok tarif Rp10 ribu per lagu. Tidak juga termasuk omzet dari penjualan makanan dan minuman. Dimana, untuk secangkir kopi misalnya, dihargai Rp10 ribu.

Gita, salah satu pengelola warkop kepada media ini mengatakan, kehadiran perda hiburan diperlukan untuk memberi kepastian hukum atas usahanya. “Kami ingin ber-usaha dengan tenang,” katanya.

Ia mengakui, selama ini, aparat kerapkali datang untuk menggelar operasi yustisi. Kendati pun yang dilakukan mereka demi menjaga ketertiban, hal itu diakuinya mengganggu kenyamanan pengunjung.

“Kami ini juga bingung. Ini apa yang kami langgar, sehingga harus dioperasi terus. Padahal, kami ini cuma jualan kopi dengan hiburan menyanyi,” ujarnya kepada WartaBromo.

Dikatakan Gita, keberadaan warkop plus (karaoke, Red) telah menjadi sumber penghasilan para karyawan. Karena itu, ia pun tidak bisa membayangkan jika warkop-warkop tersebut ditutup.

Kepastian Hukum

Direktur Pus@ka Lujeng Sudarto mengatakan, hiburan merupakan kebutuhan dasar manusia yang harus dipenuhi. Karena itu, sudah menjadi kewajiban bagi Pemkab Pasuruan mengaturnya.

Hadirnya perda hiburan, kata Lujeng, akan menjadi payung hukum bagi Pemkab untuk
melakukan pembinaan, pengawasan, dan pengendalian terhadap menjamurnya tempat-tempat hiburan yang ada.

Lujeng bilang, menjamurnya tempat hiburan adalah fakta sosiologis. Karena itu, untuk memberi kepastian hukum, sudah selayaknya Pemkab menyusun perda, sekaligus sebagai instrumen hukum untuk melakukan penataan dan pengendalian.

“Justru jika tidak ada regulasi yang mengatur, maka sangat mungkin kehadiran tempat -tempat seperti ini akan massif dengan berbagai dampak sosialnya,” jelas Lujeng.

Sebagai gambaran, dengan perda tersebut dapat ditentukan zonasi lokasi mana saja yang boleh ada tempat hiburan. Selain itu juga bisa diatur bahwa tempat-tempat hiburan tidak boleh berdiri di kawasan peribadatan, pendidikan, dan pelayanan publik.