Miliki Perda, Sudahkah Kabupaten Pasuruan Ramah Difabel?

252

Pasuruan (WartaBromo.com) – Memberdayakan penyandang disabilitas tak semudah membalikkan telapak tangan. Butuh waktu panjang untuk mereka bisa mendapatkan hak dan berdaya dalam meneruskan kehidupannya.

Di Kabupaten Pasuruan, sejumlah upaya telah dilakukan Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Pasuruan untuk terlibat aktif terhadap warganya yang berkebutuhan khusus itu.

Namun, kiranya perlu adanya pendataan yang holistik dalam rangka memastikan penyandang disabilitas dapat mengakses haknya sehingga mampu untuk berdaya dan berkarya.

Pada tahun 2019, Badan Pusat Statistik (BPS) Jawa Timur mencatat sebanya 360 warga Kabupaten Pasuruan yang menyandang cacat, 251 tunanetra, 190 tunarungu, 201 tunawicara, dan 189 tunarungu-tunawicara.

Angka tersebut jauh berbeda dengan keberadaan difabel yang dapat dijangkau oleh Pemkab Pasuruan dalam hal memberikan bantuan.

Baca Juga :   Para Tunanetra Ini Butuh Uluran Tangan Segera

Katanlah pada tahun 2022 lalu, hanya 42 difabel di Kabupaten Pasuruan yang menerima bantuan Asistensi Rehabilitasi Sosial (Tensi) dari Kementerian Sosial RI.

Bagaimana dengan difabel di pelosok desa-desa yang terkadang tak terdata. Mengingat, masih banyak anggota keluarga yang menganggap difabel adalah aib sehingga keberadaan mereka harus disembunyikan.

Pemahaman demikian juga kiranya perlu diubah. Sehingga pemerintah dapat dengan mudah untuk memberikan hak dan kebutuhan penyandang disabilitas.

Perda Penyandang Disabilitas

Pada tahun 2021 lalu, Pemkab Pasuruan menerbitkan Peraturan Daerah (Perda) Nomor 6 Tahun 2021 tentang Penyandang Disabilitas.

Dalam Perda tersebut, setidaknya ada 20 ruang lingkup perlindungan dan pemenuhan hak-hak penyandang disabilitas. Mulai dari perlindungan hukum, pendidikan, pekerjaan, kesehatan, hingga tempat tinggal.

Baca Juga :   Tak Ada Difabel Mendaftar CPNS di Probolinggo

Lebih lanjut, dalam beberapa pasal, yakni pasal 7, difabel memiliki hak bebas dari stigma yang meliputi hak bebas dari pelecehan, penghinaan, dan pelabelan negatif terkait kondisi disabilitasnya.

Dalam ranah pendidikan, pasal 10 menyebutkan, penyandang disabilitas mendapat pendidikan yang bermutu pada satuan pendidikan di semua jenis, jalur, dan jenjang pendidikan secara inklusif dan khusus.

Selanjutnya pada pasal 19 penyandang disabilitas memiliki hak pelayanan publik seperti pendampingan, penerjemahan, dan penyediaan fasilitas yang mudah diakses di tempat layanan publik tanpa tambahan biaya.

Pertanyaannya, sudahkah penyandang disabilitas mendapatkan hak-haknya? Fasilitas umum katakanlah, seperti trotoar dan transportasi publik di Pasuruan, belum sepenuhnya ramah penyandang disabilitas.

Baca Juga :   Warga Disabilitas Kota Pasuruan Minta Pemkot Perhatikan Sarpras yang Lebih Ramah 

Penyandang disabilitas masih kesulitan berjalan di trotoar, transportasi publik, hingga masuk ke rumah ibadah, pertokoan, dan fasilitas kesehatan. Hak mereka atas aksesibilitas pun patut dipertanyakan. (lio/yog)