PLTS Atap di Sekolah, Belajar Sambil Mengurangi Emisi

451
Para siswa SDN Kandangsapi 2 Kota Pasuruan berfoto bersama menggunakan panel PV untuk PLTS. Sekolah ini satu dari lembaga pendidikan di Kota Pasuruan yang menggunakan energi bersih melalui PLTS atap. Foto: Amal Taufik.

Tidak banyak sekolah di Kota Pasuruan yang menerapkan energi ramah lingkungan. Dari puluhan sekolah, baru dua sekolah yang mau berinvestasi untuk energi terbarukan ramah lingkungan, yakni dengan memasang pembangkit listrik tenaga surya (PLTS) atap. Dua sekolah itu adalah SDN Kandangsapi II dan MAN Kota Pasuruan.

Oleh: Amal Taufik 

SDN Kandangsapi II terletak di Jalan Veteran, Kelurahan Kandangsapi, Kecamatan Panggungrejo, Kota Pasuruan. Bangunan sekolahnya tidak luas, bahkan mungkin lebih kecil jika dibandingkan tetangganya, SDN Kandangsapi I. Sekolah ini berada tepat di pinggir Jalur Pantura. Setiap hari, kendaraan besar seperti bus, truk, tronton melintas di depan sekolah.

Murid-murid tengah belajar di kelas saat WartaBromo tiba di sekolah tersebut, Senin (21/08/2023) lalu. Panji Kusuma, salah satu guru, langsung mempersilahkan masuk dan memperlihatkan instalasi pembangkit listrik tenaga surya (PLTS) yang ada di dalam sekolah.

Ia menjelaskan bagaimana cara kerja PLTS. Solar cell atau panel surya yang dipasang di atas bangunan sekolah menangkap sinar matahari. Sinar tersebut lalu diubah menjadi arus listrik DC lalu disimpan di dalam baterai litium. Untuk bisa memanfaatkannya, arus listrik harus diubah dari DC ke AC. Pengubahan arus itu dilakukan oleh inverter.

Instalasi PLTS juga membutuhkan alat yang disebut solar control. Alat ini berfungsi mengontrol arus listrik yang masuk ke dalam baterai litium tetap stabil. Sebab, dalam waktu-waktu tertentu, sinar yang ditangkap panel surya bisa saja tidak stabil, sementara arus listrik yang masuk ke dalam baterai harus stabil.

“Awal dulu sekitar tahun 2018, kami beli yang kecil satu lembar kapasitasnya 50 Watt peak (Wp),” kata Panji.

Panji bercerita, program Sekolah Adiwiyata atau green school dari Kementerian Lingkungan Hidup RI pada waktu itu menjadi salah satu pemicu dirinya untuk memasang panel surya di sekolah. Alumni Pendidikan Guru Sekolah Dasar (PGSD) Universitas Negeri Malang itu mengaku, ketika awal memasang, ia sebenarnya belum paham benar bagaimana kerja panel surya, apalagi perkara teknis elektronika.

Seiring waktu berjalan, sembari mendalami teknologi ramah lingkungan itu, Panji juga menjadikannya sebagai alat penunjang metode pembelajaran. Karena ukurannya yang tak terlalu besar serta baterai litium yang dipakai juga tidak besar, instalasi panel surya yang dimiliki sekolah sesekali dilepas lalu ditunjukkan kepada murid-murid. Mereka diperlihatkan bagaimana panel surya menyerap energi dari sinar matahari dan mengonversikannya menjadi listrik.

“Teknologi semacam ini kan sudah ada di buku pelajaran anak-anak. Anak-anak biar tidak melulu hanya belajar dari buku. Kami perlihatkan secara langsung, misalnya, bagaimana teknologi ini bisa menyalakan sebuah bola lampu. Pendidikan harus kongkrit.”

Sekarang SDN Kandangsapi II memiliki tiga lembar panel surya dengan total kapasitas sebesar 250 Wp. Kapasitas itu memang tidak begitu besar. Biasanya energi hasil ‘tabungan’ selama pagi sampai siang disimpan untuk digunakan waktu malam. Jika sinar yang didapatkan maksimal, energi listrik yang dihasilkan bisa mencukupi kebutuhan penerangan untuk tiga ruang kelas.

Dua Sekolah di Kota Pasuruan Pasang PLTS

Di Kota Pasuruan, selain SDN Kandangsapi II, ada satu lagi sekolah yang menerapkan energi ramah lingkungan, yaitu Madrasah Aliyah Negeri (MAN) Kota Pasuruan. PLTS yang dimiliki MAN jauh lebih besar kapasitasnya.

Krisdiyanso, staf tata usaha MAN Kota Pasuruan mengatakan, sekolahnya mulai memasang panel surya sejak tahun 2021. Kris bercerita, pada tahun 2021, PLTS dipasang di pos satpam sekolah sebagai percobaan. Sebagai bangunan yang terletak di pintu utama sekolah, harapannya ketika malam hari tiba-tiba terjadi mati lampu, bangunan ini masih menyala. Sehingga penjaga keamanan yang ada di situ tidak kebingungan.

Selang beberapa bulan kemudian, sekolah kembali memasang PLTS di dua lokasi yakni di ruang tata usaha dan Ma’had, sehingga saat ini MAN memiliki tiga sistem PLTS. Pertama, PLTS yang dipasang di pos satpam menggunakan sistem 12 volt, dengan panel surya kapasitas 600 Wp, inverter 500 Watt, dan baterai 1,2 Kilo Watt hour (kWh).

Kedua di ruang tata usaha dipasang sistem 24 volt dengan panel surya kapasitas 1.200 Wp, inverter 3.000 watt, dan baterai litium 4,8 kWh. Kemudian terakhir, dan yang paling besar, adalah di Ma’had. Di sini, dipasang sistem 48 volt dengan total panel surya berkapasitas 2.700 Wp, inverter 5.000 watt, dan baterai litium 9,6 kWh.

Energi yang dihasilkan PLTS yang dipasang di ruang tata usaha mampu memenuhi kebutuhan listrik untuk aktivitas sehari-hari. Di dalam ruangan ada komputer, laptop, kipas, dan peralatan elektronik lain yang menyala sejak pagi hingga menjelang sore. Jika sewaktu-waktu terjadi pemadaman oleh PLN di wilayah sekolah, hanya ruangan TU yang masih bisa beraktivitas.

Sementara untuk Ma’had, tidak seluruh bangunan bisa terakomodir PLTS. PLTS yang terpasang di Ma’had mampu mengakomodir dapur berikut semua isinya, pos penjagaan, dan lampu penerangan jalan. Asrama dan gedung utama belum bisa terakomodir.

“Di kantor TU dan Ma’had PLTS-nya bertipe off grid hybrid,” kata Kris—panggilan akrabnya.

Kris mengaku, motivasinya terhadap PLTS tak lain adalah memanfaatkan sumber energi gratis yang ramah lingkungan. Dan seperti di SDN Kandangsapi II, keberadaan PLTS di MAN sesekali juga digunakan sebagai alat penunjang metode pembelajaran murid.

Kris mungkin salah satu orang yang memiliki ketertarikan tinggi terhadap energi terbarukan. Setelah mengetahui mekanisme kerja PLTS dan manfaat yang diperoleh di MAN, ia kemudian memasang PLTS di rumahnya. Menurut dia, memasang PLTS punya perhitungan berbeda dengan pasang baru dari PLN.

“Kalau kita pasang PLTS, kita harus mengacu pada pemakaian beban kontinyu yang paling besar. Kita harus menghitung apa saja yang bakal menyala di rumah. Misalnya kulkas itu 24 jam berapa watt-nya. Lampu ada berapa, nyala berapa lama. Itu dihitung semua untuk menentukan alat yang kita pasang,” ujar Kris.

Kris bukan seseorang yang memiliki latar belakang pendidikan di bidang kelistrikan. Ijazahnya guru dan pernah menjadi guru komputer di MAN sebelum kemudian menjadi staf tata usaha. Namun ia mengaku suka belajar sesuatu hal yang baru. Mempelajari PLTS adalah hal baru yang membuatnya terus menerus penasaran.

Di rumahnya, sekarang ia sekarang memiliki 11 panel surya dengan total kapasitas seluruhnya 1.200 Wp. Energi yang dia dapatkan dari sinar matahari bisa mencapai 8 kWh setiap harinya. Angka itu bisa mencukupi kebutuhan listrik seisi rumah. Ia tak mengelak jika rumahnya disebut mandiri energi karena ketergantungannya terhadap listrik PLN tidak sebesar dulu.

Dan tidak hanya itu, dengan PLTS, ia bisa menghemat tarif PLN setiap bulannya, dari yang biasanya di atas Rp200 ribu, turun menjadi Rp100 ribu-an, bahkan pernah di bawah Rp100 ribu.

Manfaat PLTS yang Ramah Lingkungan

Praktisi Energi Surya di Kota Pasuruan, Eko Yanuar Amin mengatakan, masyarakat masih menganggap biaya untuk memasang PLTS masih cukup mahal. Ia tidak menampik hal tersebut. Namun, menurut dia, manfaat yang didapat masyarakat dari memasang PLTS sangat besar. Pertama, sumber energi yang didapat secara gratis. Kedua, pemakaian energi optimal sesuai kebutuhan.

Menurut dia, jam penyinaran yang efektif selama satu hari hanya empat jam. PLTS yang ada di MAN, misalnya, dengan asumsi mendapat penyinaran selama empat jam, panel surya yang berkapasitas 2.700 Wp bisa menghasilkan daya listrik sebesar 10,8 kWh. Daya listrik yang dihasilkan itu, jika tidak digunakan akan disimpan di dalam baterai litium.

Empat jam, menurut Eko adalah asumsi minimal. Biasanya PLTS di MAN bahkan bisa mendapat sampai 13 kWh sehari, yang berarti ia mendapat penyinaran lebih dari empat jam. Jika baterai litium penuh, daya listrik yang dihasilkan akan langsung dilarikan ke beban yang ada seperti lampu, kulkas atau apapun.

Bagi Eko, dengan melakukan transisi ke energi surya sama dengan mengurangi ketergantungan terhadap batubara. Penggunaan PLTS juga sangat ramah lingkungan. Setiap hari, rata-rata pendapatan PLTS di MAN yang berkapasitas 2.700 Wp bisa menghasilkan daya listrik sebesar 13 kWh.

Penggunaan PLTS dalam satu hari itu setara mengurangi 13,71 kilogram emisi karbon dioksida dan menghemat 5,5 kilogram penggunaan batubara. Jika diasumsikan selama musim kemarau PLTS mendapat penyinaran yang optimal selama 6 bulan, maka dalam 6 bulan itu MAN berhasil mengurangi 2,4 ton emisi karbon dioksida dan menghemat 990 kilogram penggunaan batubara. Dengan demikian, PLTS sangat berpotensi menjadi subtitusi energi di masa depan.

“Ibaratnya, kita mau punya mobil sendiri atau mau sewa terus-terusan? Misalnya kita punya uang Rp300 ribu, kita bisa punya mobil tapi sewa selama 24 jam, setelah itu dikembalikan. Tapi jika kita punya uang Rp300 juta, kita bisa punya mobil sendiri dan kita pakai selamanya. Memang ongkos PLTS mahal, tapi benefit yang kita dapat sesuai,” ujar Eko.

Para siswa mendapat penjelasan cara kerja listrik berbasis energi surya. Foto: Amal Taufik.

Potensi Besar Energi Surya di Indonesia

Dampak nyata perubahan iklim yang terjadi di sejumlah negara di dunia menjadikan masyarakat global mengembangkan sumber-sumber energi yang lebih ramah lingkungan dan mengurangi ketergantungan terhadap sumber energi berbahan fosil. Laporan Intergovernmental Panel on Climat Change (IPCC) menyatakan bahwa suhu permukaan global mencapai 1,1 derajat celcius pada periode 2011-2020.

Dilansir dari esdm.go.id, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) RI, Arifin Tasrif mengatakan, pemanfaatan sumber energi surya dan energi angin menjadi pilihan yang tepat bagi Indonesia. Arifin menyebut, potensi sumber daya energi surya yang dimiliki Indonesia lebih dari 3.200 Giga Watt (GW), namun baru terserap hanya sekitar 200 Mega Watt.

“Masih ada ruang yang cukup untuk pengembangan di masa depan,” kata Arifin dalam ajang Indonesia Solar Summit yang digelar pada Rabu (26/07/2023).

Pemerintah telah melakukan langkah-langkah percepatan untuk memanfaatkan sumber energi ramah lingkungan ini. Salah satunya dengan memasukkan energi terbarukan dalam RUTPL PT PLN 2021-2030. Porsinya cukup besar yakni 20.923 MW. Selain itu, Perpres tentang Percepatan Pengembangan Energi Terbarukan untuk Penyediaan Tenaga Listrik juga telah diterbitkan. Peraturan ini bertujuan untuk menarik investasi di pembangkit listrik, industri pendukung, industri hijau.

Kementerian ESDM telah menetapkan target untuk mengembangkan sekitar sekitar 20,9 GW pembangkit listrik energi terbarukan pada tahun 2030. Lalu di tahun 2060, Indonesia ditargetkan bisa menghasilkan lebih dari 700 GW kapasitas listrik dari pembangkit baru dan terbarukan. Tenaga surya ditargetkan mendapat porsi hingga 421 GW atau 60 persen dari total kapasitas pembangkit listrik.

Arifin bercerita, China, telah melakukan pemanfaatan energi surya sejak 12 tahun lalu. Riset tentang energi surya terus dilakukan di China. Kini, di perdagangan global, China menjadi produsen panel surya terbesar di dunia. Bahkan, 90 persen produksi panel surya di dunia, industrinya berada di China.

“Total kapasitas produksi di China saat ini antara 400 hingga 500 GW,” ujar Arifin.

Sementara itu, Ketua Umum Asosiasi Energi Surya Indonesia (AESI), Fabby Tumiwa mengaku optimis dengan masa depan pemanfaatan energi surya di Indonesia. Menurut dia, ada tiga pertimbangan mengapa energi surya bisa tumbuh di Indonesia.

Pertama, PLTS sekarang menjadi fenomena global. Negara dan swasta menjadikan PLTS sebagai pilihan utama untuk melakukan dekarbonisasi. Bahkan, dalam lima tahun terakhir, PLTS di dunia global tumbuh secara pesat dan di luar perkiraan para analis dan perencana energi.

Kedua, PLTS adalah pilihan rasional bagi Indonesia untuk mencapai dekarbonisasi di tahun 2060. Ini karena ketersediaan potensi sumber daya energi surya yang mencapai 3.200 GW. Sifatnya pun modular dan mudah dipasang dengan harga yang saat ini makin bersaing.

“Terakhir, untuk mencapai target JETP di tahun 2030, maka kapasitas energi terbarukan harus bertambah 35 GW, dengan PLTS mencapai 20,6 GW,” kata Fabby seperti dilansir dari esdm.go.id. (asd)