Pers dan Sihir

747

turn back hoaxProfesi Firman memang tidak jelas hingga saat ini. Meski ia sudah belasan tahun aktif di PT. Masa Depan Suram (guru swasta), pekerjaannya itu tak bisa disebut sebuah profesi karena memang tak menjanjikan dan kerja sosial selayaknya tidak dianggap sebagai sebuah  mata pencaharian. Firman adalah manusia aneh yang hingga kini betah menjadi benalu mertua demi obsesinya untuk menjadi “manusia berguna”.  Pemahamannya tentang tasawuf mungkin masih keliru sehingga bias antara zuhud dengan malas bekerja.

Maka job apa saja ia terima demi keberlanjutan acara ngopi dan keloyongan, bukan demi mencari nafkah untuk anak, apalagi istrinya. Salah satu job itu adalah ia biasa menerima tawaran untuk ngomong dalam forum semi formal seperti renungan-renungan malam dalam sebuah outbond, mental motivation atau hanya ospek mahasiswa.

Aneh, mungkin karena setiap kali Firman memberikan sugesti sangat menghayati perannya, sangat menghayati keresahan, kebingungan serta kesumpekan yang sebenarnya keresahan, kebingungan serta kesumpekannya sendiri, selalu ada saja peserta histeris oleh prolog atau monolognya. Meski merupakan maunah  dari Allah, kejadian tersebut bukanlah sekedar fenomena yang tak bisa diurai secara ilmiah.

Baca Juga :   Jalur Bromo Via Pasuruan Longsor, 5 Sepeda Motor Tertimbun

Kenyataan bahwa sebuah kata yang dirangkai secara tepat bisa mengubah sejarah, memang telah berkali-kali terjadi. Pada tanggal 10 Nopember  Bung Tomo dengan ”rawe-rawe rantas, malang-malang putung”nya berhasil menyulitkan tentara sekutu ketika mendarat di Surabaya untuk kembali menjajah kita. Demikian juga dengan Kiai Mario Teguh yang berhasil mencerahkan mindset ribuan orang dalam majlis taklim Golden Ways serta seruan ”jihad” Jenderal Mc. Arthur ketika memekikkan ”remember Pearl Harbour!”, adalah bukti bahwa kata-kata adalah sihir setara dengan vodoo, leak, santet atau lintrik.

Kata-kata juga merupakan sarana untuk menghalalkan barang haram, penyebab kematian serta kunci keselamatan sebagaimana ijab-kabul, makian kepada Fir’aun serta kalimat sahadat menjelang syakaratul maut. Seseorang juga ”bisa” melakukan bunuh diri hanya karena ia telah mendengar satu dua kata perenggut harga dirinya. Sebaliknya, seorang pecundang bisa menjadi pemberani ”oleh” yel-yel penyemangat.

Baca Juga :   Warga Pasuruan Tangkap Tuyul Pencuri Uang

Kata-kata, adalah hal kecil pembuat perubahan besar tanpa bisa diduga atau direncana. Maka mengendalikan  lisan agar ia memberi manfaat dan menghindarkan fitnah, adalah sebuah pekerjaan amat sulit. Secara ilmiah, inilah rahasia kenapa Kanjeng Nabi selalu berpesan bahwa menjaga lisan adalah sebuah urgensi tak bisa ditawar-tawar. Banyak hadits yang menyatakan urgensitas pengendalian lisan agar ia tidak menjadi bencana dengan tingkat pengerusakan yang sangat tak terbayangkan. Bahkan Nabi sampai sebegitu serius dengan wasiat Beliau ”berkatalah yang perlu-perlu saja, atau diamlah”.  Maka tak heran jika para sahabat Nabi sampai melakukan sebuah tindakan preventif ekstrim dengan mengunyah kerikil demi menjaga kesibukan lisan beliau-beliau agar tak tergoda untuk menjadi komentator  segala hal. Hanya bicara yang perlu-perlu saja meski tetap serawungan dan beraktivitas sosial secara wajar.

Dan lisan, dalam perkembangan selanjutnya bukan hanya berarti sebuah sobekan kecil pada bagian bawah wajah, lebih dari itu ia bisa berupa tulisan, berita, opini, cerpen, esai, skenario sinetron atau film, syair lagu, sebuah buku, sebuah stasiun televisi, sebuah situs internet atau sekedar slogan-slogan di cover TTS.

Baca Juga :   Rusak dan Akibatkan Kecelakaan, Jalan Nasional Probolinggo-Lumajang Diblokade Drum

Bukti lain bahwa kata-kata merupakan sihir, adalah bagaimana kilatnya proses cuci otak masyarakat bisa terjadi. Dulu, ketika stasiun televisi hanya TVRI dengan siaran andalan Kelompen Capir, Dunia dalam Berita, Ria Jenaka serta Si Unyil, kita adalah sebuah bangsa berbudi luhur dan selalu mengamalkan Pancasila. Ketika stasiun televisi menjamur –apalagi orang lantas menyiarkan apa saja demi mencarinafkah— kesurupan massal terjadi serentak di negeri ini. Kita bisa membeli apa saja yang disarankan iklan tanpa mempertimbangkan besar-kecilnya manfaat. Hingga sebuah bangsa di ”dunia ketiga” bernama Indonesia, menjadi konsumen terbesar kendaraan bermotor, pasar loak raksasa barang-barang cuci gudang di negara-negara maju serta negeri seribu sophaholic.