Serunya Sepak Bola Api di Malam Nuzulul Quran

1088

Probolinggo (wartabromo.com) – Sebuah tradisi unik dan seru terus dilestarikan oleh kalangan santri di Kota Probolinggo. Tradisi itu adalah bermain sepak bola api pasca salat tarawih di halaman pondok pesantren Riyadlus Sholihin, Kecamatan Kademangan.

Keseruan para santri laki-laki di pondok pesantren yang berada diujung barat Kota Probolinggo ini langsung terlihat. Setelah menunaikan salat tarawih dan tadarus, sebagian santri melepas kejenuhan dengan bermain sepak bola.

Eit, luar biasanya, bolanya bukan dari plastik atau kulit. Melainkan bola itu dari buah kelapa kering. Buah ini diberi minyak dan dibakar hingga membatavsan berkobar-kobar. Permainan ini diberi nama sepak bola api.

Dengan kobaran api yang dapat membakar apa saja didepannya, tak membuat para kedua tim yang terdiri dari 5 pemain itu, gentar. Mereka justru terlihat seru memainkan bola untuk menembus pertahanan lawan dan membuat gol pada gawang. Panas dan kaki terbakar adalah resiko yang harus ditanggung oleh para pemain sepak bola api ini.

Baca Juga :   Sadad : Politisi Berdarah NU Harus Segaris dengan Kebijakan NU

“Biasanya selepas menunaikan ibadah shalat tarawih berjamaah dan tadarus. Untuk melepas kejenuhan kami mainkan sepak bola api ini. Sekalian sambil menunggu waktu sahur tiba,” tutur Abdul Hafidz, salah satu santri Ponpes Riyadlus Solihin, Sabtu (2/6/2018).

Aturan mainnya pun mirip dengan sepakbola umumnya, dibagi dalam dua babak permainan. Setiap tim terdiri dari masing-masing 5 pemain saja. Sistem dan aturan permainan umumnya mengikuti permainan modern yakni futsal. Permainan ini dipimpin oleh seorang wasit yang ditunjuk dari santri senior.

Tak hanya itu, seseorang yang telah ahli dalam bidang pengobatan, telah disiagakan diluar lapangan untuk berjaga-jaga jika terjadi hal yang tak diinginkan. Permainan ini, hanya dilakukan oleh seseorang yang telah profesional dibawah bimbingan pelatih.

Baca Juga :   Ibu Rumah Tangga Lebih Banyak Terserang HIV/AIDS Ketimbang PSK

“Permainan tersebut tidak boleh dimainkan tanpa ada latihan khusus dan beberapa bacaan do’a yang biasa dilakukan oleh para santri,” tambahnya.

Menurut Pengasuh Ponpes Riyadlus Solihin Habib Hadi Zainal Abidin, di masa lalu pada saat masa penjajahan, sepak bola api dimainkan para santri untuk menguji kekebalan. Gunanya tak lain adalah untuk mengukur seberapa berani mereka dalam melawan penjajah, yang dituangkan dalam permainan berbahaya.

Namun saat ini, tradisi sepak bola api tetap dapat ditemui saat musim libur para santri. Seperti pada bulan Ramadhan atau bulan Maulid. Tujuannya adalah untuk memupuk jiwa dan batin santri dalam menghadapi kerasnya kehidupan dunia.

“Jika dulu untuk menguji keberanian melawan penjajah, maka saat ini bertujuan untuk menguji seberapa besar kita melawan hawa nafsu. Para santri dilatih kekompakan dan tenggang rasa dalam bersosial dengan sesama santri dan masyarakat kelak,” kata Habib Hadi. (lai/saw)